Sejak Reformasi 1998, Praktek Ketatanegaraan Alami Perubahan

Politikus Partai Gerindra, Ahmad Muzani.
Sumber :
VIVA.co.id
Bom Sarinah, Ketua MPR Nilai Aparat Tak Kecolongan
- Saat menjadi narasumber Training of Trainer (TOT) Empat Pilar MPR di Bogor, Jawa Barat, 2 Oktober 2015, Anggota MPR dari Fraksi Partai Gerindra, Ahmad Muzani, mengatakan sejak Reformasi Tahun 1998, praktek ketatanegaraan mengalami banyak perubahan.

Simposium Kebangsaan MPR, Mengevaluasi Proses Ketatanegaraan

Sebelum amandemen UUD Tahun 1945, UUD dianggap memberi kekuasaan yang menumpuk pada Presiden sehingga dari sini Presiden sangat memungkinkan untuk menyalahgunakan kekuasaan.
Wakil Ketua MPR: Indonesia Dipandang Penting oleh Qatar


Dari pengalaman selama Orde Baru, maka ketika reformasi terjadi semangatnya adalah mengganti kekuasaan dan mengamandemen UUD. "Pada masa Orde Baru, Pak Harto dipilih oleh MPR selama enam kali berturut-turut," ujarnya.


Pak Harto menjadi Presiden berulang-ulang karena dalam UUD Tahun 1945 sangat dimungkinkan bagi seseorang untuk menjadi Presiden secara terus menerus. "Selain itu tak ada lembaga yang setingkat lembaga Presiden yang mampu mengontrolnya," ujarnya.


Dalam amandemen yang terjadi, kekuasaan Presiden yang dulu menumpuk padanya, dibagi-bagi kepada lembaga negara lainnya. MPR yang dulunya sebagai lembaga tertinggi berubah menjadi lembaga yang setara dengan lembaga negara lain. "Tugas MPR sekarang adalah melakukan Sosialisasi Empat Pilar. Kita bertemu pada hari ini karena tugas MPR," ujarnya.


Dikatakan oleh Ahmad Muzani bahwa sekarang ada kritik terhadap sistem ketatanegaraan dari proses amandemen. Kritik tersebut apakah sistem pemerintahan kita presidensial atau parlementer.


"Ada yang menyebut sistem pemerintahan kita, kepalanya presidensial, badannya parlementer," ujarnya. Untuk itu dirinya berharap agar MPR melakukan sidang untuk menata ulang atau mengamademen UUD NRI Tahun 1945.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya