Target Penerimaan Pajak Bea dan Cukai 2016 Rp186 Triliun

Ilustrasi uang rupiah.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma
VIVA.co.id
Bea Cukai dan Polri Kerja Sama Penegakan Hukum Kepabeanan
- Target penerimaan perpajakan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) dalam rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara (RAPBN) 2016 dipatok Rp186,52 triliun.

Menkeu Akan Ubah Postur Belanja APBN-P 2016
Dikutip pada laman Kementerian Keuangan, Kamis, 15 Oktober 2015, dari target yang telah ditetapkan tersebut, penerimaan cukai ditargetkan sebesar Rp146,43 triliun, yang terdiri atas cukai hasil tembakau Rp139,81 triliun, cukai ethil alkohol Rp17 miliar, dan cukai minuman mengandung ethil alkohol (MMEA) Rp6,45 triliun.

Produksi Anjlok, Industri Rokok Minta Cukai Tak Naik di 2016
Adapun, beberapa kebijakan di bidang cukai yang akan dilaksanakan antara lain, kenaikan tarif cukai hasil tembakau secara proporsional, kenaikan tarif cukai MMEA dan penyempurnaan ketentuan terkait pemasukan atau pengeluaran barang kena cukai ke atau dari kawasan bebas.

Sementara, penerimaan bea masuk ditargetkan sebesar Rp37,2 triliun. Beberapa program yang akan dijalankan untuk penerimaan bea masuk pada tahun 2016 adalah peningkatan pelayanan secara otomasi, serta menambah komoditas yang mendapat bea masuk ditanggung pemerintah (BMDTP) untuk mendorong investasi dan mengintensifkan program kepatuhan dan partnership. 

Untuk bea keluar, program yang direncanakan adalah pemetaan eksportir berdasarkan produk yang diekspor, meningkatkan pemeriksaan terhadap barang ekspor yang terkena bea keluar.

Target penerimaan bea dan cukai dalam RAPBN 2016 turun dibanding dalam APBN Perubahan 2015 yang sebesar Rp194,99 triliun. Namun, Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Heru Pambudi, mengatakan target tersebut lebih realistis mengingat kondisi perekonomian dewasa ini.

Sementara itu, terkait realisasi penerimaan bea dan cukai tahun ini, dia memperkirakan, hanya akan mencapai Rp185,3 trilliun atau sekitar 95 persen dari target dalam APBN-P 2015 yang sebesar Rp194,5 triliun. 

Hal tersebut disebabkan masih melambatnya perekonomian dan rendahnya harga komoditas saat ini.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya