Sumber :
- VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar
VIVA.co.id
- Anggota Komisi IX DPR RI Rieke Diah Pitaloka menyatakan dukungannya terhadap aksi buruh yang berjuang turun ke jalan untuk tetap mempertahankan formula pengupahan yang layak bagi para buruh dan pekerja.
Aksi serentak yang dipusatkan di Istana Negara maupun di daerah hari ini mengusung tuntutan pencabutan Peraturan Pemerintah(PP) 78/2015 tentang Pengupahan.
Baca Juga :
Komisi IX Desak Menaker Tutup Peluang Kerja TKA
Baca Juga :
Banggar DPR: Target Tax Amnesty Terlalu Ambisius
Baca Juga :
Komisi XI: Postur APBN-P 2016 Tidak Kredibel
"Ini akan semakin memburuk, yang akan berdampak pada merosotnya daya beli buruh. Pada bulan September dan Oktober 2015 mekanisme penentuan pengupahan untuk tahun depan telah berlangsung di dewan pengupahan melalui survei Komponen Hidup Layak (KHL) dan November Gubernur akan memutuskan kenaikan upah untuk 2016 tetapi PP Pengupahan memangkas proses tersebut," katanya.
Lebih lanjut dijelaskan Rieke, PP Pengupahan juga meniadakan komponen hidup layak dan menghilangkan survei pasar. Sehingga angka kenaikan upah yang dimunculkan tidak realistis dan cenderung menafikan dampak kebijakan ekonomi terhadap rakyat.
"PP Pengupahan juga memberangus proses musyawarah dalam dialog sosial yang seharusnya mutlak dipertahankan untuk membangun relasi tripartit (pekerja, pengusaha, pemerintah) di dalam Dewan Pengupahan. Saat tripartite dihapus, maka secara otomatis Dewan Pengupahan pun dipenggal," ucap politisi Fraksi PDIP ini.
PP Pengupahan dinilai sebagai kemunduran besar dalam kerangka mewujudkan kesejahteraan pekerja dan mengembalikan politik buruh murah orde baru yang sekedar menjadikan upah buruh rendah sebagai komoditas untuk menarik investasi.
"Saya mendukung penuh aksi buruh yang berjuang menuntut pencabutan PP 78/2015 tentang Pengupahan dan memperjuangkan kenaikan upah layak nasional 2016 bagi pekerja dan keluarganya. Saya juga mengingatkan Presiden Jokowi untuk memenuhi janji politik pada saat Pilpres kepada Rakyat Pekerja yaitu Trilayak: Kerja Layak, Upah Layak dan Hidup Layak," katanya.
Halaman Selanjutnya
Lebih lanjut dijelaskan Rieke, PP Pengupahan juga meniadakan komponen hidup layak dan menghilangkan survei pasar. Sehingga angka kenaikan upah yang dimunculkan tidak realistis dan cenderung menafikan dampak kebijakan ekonomi terhadap rakyat.