Trans Pacific Partnership Bertentangan dengan Nawa Cita

Ilustrasi perdagangan dengan AS.
Sumber :
  • BBC
VIVA.co.id
Rupiah Melemah, Tertekan Gejolak Ekonomi Global
- Rencana pemerintah Indonesia untuk bergabung dalam Trans Pacific Partnership (TPP) atau pakta perdagangan antar negara-negara Asia-Pasifik dalam kondisi saat ini dinilai bukan langkah yang tepat.

IHSG Diproyeksi Naik, Ini Pendorongnya
Hal itu yang diungkapkan oleh Rektor Universitas Paramadina yang juga mantan staf khusus Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Firmanzah. Menurut dia, jika memang Presiden Joko Widodo jadi bergabung dengan TPP malah dipandang telah keluar dari agenda pembangunan Nawa Cita.

Presiden Jokowi Santai UU Amnesty Digugat
"TPP tidak pernah melibatkan selain korporasi besar. Ini dipastikan tidak mencerminkan demokrasi," kata Firmanzah di Jakarta, Jumat 6 November 2015.

Ia menjelaskan, meski pemerintah berencana untuk masuk dalam TPP ini betujuan untuk mendorong perdagangan internasional, tapi hal tersebut dinilai malah tidak menolong apa-apa.

Karena menurutnya, inti dari kesepakatan TPP adalah menumbuhkembangan dunia usaha dengan level korporasi besar. Terlebih lagi TPP menghapus tarif ekspor-impor untuk negara-negara yang tergabung.

Padahal dalam salah satu poin Nawa Cita pemerintah ingin mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik. Hal tersebut tentu berbenturan dengan aturan main TPP.

Selain itu, lanjut Firmanzah, dalam hubungan perdagangan TPP juga tidak membedakan antar swasta dan BUMN. Sehingga perusahaan swasta asing mempunyai peluang besar untuk menguasai perdagangan di Indonesia.

"Kita ingin BUMN masih menjadi aktor penting dalam pembangunan, sedangkan TPP tidak ada perbedaan dalam perlakuan. BUMN harus diberlakukan sama dengan swasta nasional dan global, karena itu poin terpenting? Di TPP.,UKM juga akan diatur," ujarnya.

Oleh karena itu, kata Firmanzah, dipastikan tidak ada manfaat yang besar bagi Indonesia untuk ikut dalam TPP tersebut. Indonesia hanya mendapatkan akses ke pasar negara-negara maju.

"Tapi kan kita ini masih negara berkembang. Ibaratnya kita masih mesin Bajaj tapi mau ikut Formula 1. Ya tidak bisa," kata dia.

Meski begitu, ia menyarankan agar pemerintah membentuk satuan kerja khusus atau task force untuk mempertimbangkan secara menyeluruh terkait manfaat dan kerugian bagi Indonesia jika bergabung dalam TPP.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya