Soal PPN Impor BBM, Menkeu Akan Temui SKK Migas

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bapennas, Bambang Brodjonegoro.
Sumber :
  • Kementerian Keuangan
VIVA.co.id
Menkeu Akan Ubah Postur Belanja APBN-P 2016
- Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) meminta relaksasi pajak pertambahan nilai (PPN) impor minyak mentah yang ditetapkan Kementerian Keuangan.

Ahok Ditantang Naikkan Dana Bagi Hasil Pajak
Seperti diketahui, PT Pertamina berencana membeli minyak dan gas langsung kepada kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) yang beroperasi di dalam negeri. 

Pejabat Tersandung Panama Papers Didesak Mundur
Ada dua kontraktor yang menjadi minat Pertamina, di antaranya adalah Chevron Pacific Indonesia (CPI) dan ExxonMobil. Sayangnya, hal itu terkendala oleh PPN impor minyak.

Hal itu, karena Chevron dan Exxon yang berada di Indonesia hanya memiliki peruntukan untuk berproduksi. Sementara, Chevron Pacific Indonesia dan Exxon yang berurusan untuk mengurus penjualan berada di Singapura, yakni Chevron Trading dan Exxon Trading.

Karena itu, Pertamina dikenakan PPN impor tiga persen setiap pembelian minyak yang dipasok dari Singapura.  

Menanggapi hal tersebut, Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro, mengatakan pihaknya akan terlebih dahulu berbicara dengan SKK Migas untuk mendalami permintaan itu. 

Sebab, apabila memang minyak tersebut berasal dari dalam negeri, sudah seharusnya untuk tidak dikenakan biaya impor PPN.

"Ini agak aneh, karena perlu pakai trader. Jadi dikirim ke luar negeri dulu, kemudian diimpor lagi. Lebih baik nanti kami sama SKK Migas bicara bagaimana caranya," ujar Bambang, saat ditemui di kantor Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Senin, 11 Januari 2016.

Bambang menjelaskan, selama ini Indonesia memproduksi jenis minyak yang masuk dalam kategori light and sweet. Menurutnya, perlu adanya penghitungan yang lebih mendalam untuk menetapkan kebijakan mana yang akan diambil ke depan.

"Kalau memang mau memanfaatkan minyak dalam negeri, silahkan. Tapi, light and sweet itu mahal. Ini harus dihitung benar," kata dia.

Di sisi lain, Mantan Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia in justru meragukan apakah kilang domestik mampu mengolah minyak domestik. 

Karena itu, pihaknya akan terlebih dahulu berbicara mendalam dengan SKK Migas.

"Nanti silakan SKK Migas untuk memutuskan, apakah benar kita mau pakai minyak kita sendiri untuk kilang. Ini bukan masalah impor tidak impor. Cuma, kilang efisien yang saya tahu adalah yang bisa mengolah minyak heavy-sour," tuturnya.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya