Lembaga Penyiaran Harus Komit Tidak Promosikan LGBT

Komunitas LGBT.
Sumber :
  • REUTERS/Thomas Peter

VIVA.co.id – Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq mengatakan bahwa Lembaga Penyiaran, khususnya TV harus menunjukkan komitmen untuk tidak mempromosikan pelaku dan perilaku LGBT pada tayangan siarannya.

Menelaah LGBT dalam Perspektif Hukum Pidana

Menurutnya, komitmen ini penting dan mendesak karena tayangan TV yang menampilkan pelaku dan perilaku LGBT cenderung meningkat dari waktu ke waktu. Dan fakta ironinya tayangan semacam itu justru populer yang pada gilirannya menghasilkan pemasukan iklan yang lebih besar.

"Kenapa komitmen lembaga penyiaran ini sangat diperlukan? Pertama, jika kita merujuk pada peraturan perundang-undangan baik di bidang penyiaran maupun yang terkait, sangat jelas acuan norma yang tidak memberi ruang bagi pelaku dan perilaku LGBT," ujarnya, Selasa 23 Februari 2016.

Meninjau Fenomena LGBT di Indonesia dalam Perspektif KUHP

Sementara itu, sambungnya, kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan menjadi asas dan tujuan yg mengikat semua lembaga penyiaran.

"Atas dasar ini pula, pemerintah dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) berkewajiban melakukan penegakan aturan dan kepatuhan terhadap aturan. Kedua, lembaga penyiaran khususnya TV mampu menayangkan siarannya kepada masyarakat luas karena menggunakan frekuensi yang dikuasai negara dan harus digunakan sebesar-besarya untuk kepentingan masyarakat," jelasnya.

Dianggap Mendesak, Perda Anti LGBT di Depok Harus Segera Dibuat

Lebih lanjut dijelaskan, pertanyaannya adalah apakah program tayangan yang menampilkan pelaku dan perilaku LGBT sesuai dengan kepentingan masyarakat luas? Jika metode polling pendapat dijadikan acuan, apakah ada TV yang bisa menunjukkan data bahwa mayoritas masyarakat Indonesia menerima LGBT dan mendapatkan manfaat positif dari tayangan tersebut? Jika program tayangan TV sudah jelas bertabrakan dengan kepentingan masyarakat luas, maka pemerintah dan KPI berwenang untuk mengambil tindakan sangsi.

"KPI bisa memberhentikan program tayangan tersebut, dan pemerintah bisa mencabut Izin penyelenggaraan penyiaran TV tersebut. Ketiga, di era informasi ini fungsi dan peran media massa menjadi semakin penting dalam konteks kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Media massa dengan tayangan yang terus menerus menerpa masyarakat, sudah seharusnya memainkan fungsi dan peran yang positif. Yaitu membangun jati diri bangsa Indonesia yang berideologi Pancasila dan hidup dengan acuan norma agama dan budaya luhur," katanya.

Ia juga menuturkan, jika ada sebuah organisasi yang kegiatannya justru bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila pastilah akan mendapatkan konsekuensi hukum dan politik.

"Nah bagaimana jika lembaga penyiaran secara sadar menayangkan program-program yang bertentangan secara terus-menerus? Kesadaran akan ideologi negara semacam inilah yang membuat negara Singapura misalnya, memiliki peraturan Perundang-undangan tentang LGBT dan kewajiban lembaga penyiaran mereka untuk tidak mempromosikan pelaku dan perilaku LGBT," ujar Ketua Komisi I ini. (rin)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya