Anggota Komisi I: Negara Kita Tidak Boleh Ditekan

Effendi Simbolon
Sumber :
  • VIVAnews/Tri Saputro

VIVA.co.id – Memasuki tenggat waktu pembayaran uang tebusan yang dituntut oleh kelompok penculik, mendapat tanggapan beragam dari politisi di DPR tentang opsi membayar tebusan untuk membebaskan 10 WNI yang disandera di Filipina selatan.

Kaleidoskop 2021: Lonjakan COVID-19, KRI Nanggala hingga Herry Cabul

Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Effendi Simbolon menolak opsi uang tebusan yang disiapkan pemerintah Indonesia untuk pembebasan 10 WNI yang disebut disandera kelompok Abu Sayyaf.

"(Pendekatan) soft power itu akhirnya mengenyampingkan arti kedaulatan bangsa Indonesia. Kalau pemerintah sudah bersikap seperti itu (membayar tebusan), untuk apa ada negara dan pemerintah?" ujarnya.

Ternyata TNI Ikut Terlibat Selamatkan 4 WNI yang Diculik Abu Sayyaf

Effendi juga mengkhawatirkan apabila pemerintah Indonesia menyetujui membayar uang tebusan, maka praktek seperti itu akan diulang kembali oleh kelompok penculik.

"Mereka itu bukan penjahat musiman, mereka teroris," ucap nggota Komisi I yang membidangi masalah pertahanan dan luar negeri ini.

Anggota DPR Respons Penyelamatan 3 WNI yang Diculik Abu Sayyaf

Sinyal kesediaan pemerintah Indonesia untuk menyediakan uang tebusan kepada kelompok penculik itu dilontarkan oleh Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, Rabu 7 April pagi, walaupun dia menjelaskan dana tebusan itu bukan uang negara.

"Kalau negara membayar (uang tebusan),enggak boleh. Itu artinya menekan. Negara kita enggak boleh ditekan," kata Ryamizard kepada wartawan sebelum mengikuti rapat kabinet.

Hari Jumat 8 April merupakan batas waktu yang dituntut kelompok penculik agar pemerintah Indonesia menyediakan uang sebesar 50 juta peso atau sekitar Rp15 miliar untuk ditukar para sandera.

Kesepuluh WNI yang merupakan awak kapal Anand 12 diculik pada 26 Maret lalu di perairan Tambulian, di lepas pantai Pulau Tapul, Kepulauan Sulu, Filipina, dan sejauh ini belum ada pihak yang mengaku sebagai pelakunya.

Ditanya apakah itu artinya perusahaan pemilik kapal yang akan membayar uang tebusan, Ryamizard menolak menjawab. "Enggak tahulah,”ujarnya.

Walaupun tidak menggunakan uang negara, Effendi menyayangkan pernyataan itu keluar dari seorang pejabat keamanan Indonesia.

"Kalau misalnya upaya itu (penebusan) dilakukan oleh pihak perusahaan dengan perompak, 'silakan' saja. 'Silakan' itu bukan berarti pemerintah mempersilakan. Kalau pemerintah yang membuat sinyal seperti itu, lalu di mana kedaulatan negara?" ujar Simbolon.
Effendi mengatakan pemerintah Indonesia harus terus melobi pemerintah Filipina agar mereka mengizinkan operasi militer Indonesia untuk menyelamatkan 10 WNI yang disandera.

"Lobi ke sana (Filipina), lakukan pendekatan. Ini yang harus dilakukan. Tunjukkan bahwa negara kita punya kedaulatan, kita minta kepada Filipina (agar diizinkan melakukan pendekatan militer)," kata Effendi.

Dia kemudian mengingatkan peristiwa penundaan hukuman mati oleh otoritas hukum Indonesia terhadap terpidana narkoba asal Filipina, Mary Jane, April 2015 lalu, dapat dijadikan untuk 'melobi' pemerintah Filipina.

"Anda (Filipina) 'kan sudah diberi credit point juga. Mary Jane itu seorang penjahat yang membawa narkoba, Kenapa hal yang sama (izin operasi penyelamatan militer terhadap sandera) tidak kita dapatkan?" katanya.   (Web)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya