Sumber :
- abc.net.au
VIVA.co.id
- Penurunan besaran telah ditetapkan pemerintah. Namun banyak pihak yang menganggap pemerintah tidak bijak dalam penghitungan tarif baru ini, karena sejatinya, tarif interkoneksi di Indonesia diklaim paling murah dibanding negara lain.
Menurut pengamat ekonomi dan bisnis dari Universitas Gajah Mada (UGM), Fahmy Radhi, saat inidi Indonesia sebesar Rp250 per menit. Angka ini jauh lebih murah dibanding Jepang dan Filipina. Meski kondisi geografis kedua negara tak jauh beda dengan Indonesia, namun Jepang memberlakukan tarif interkoneksi Rp1.447 per menit, sedangkan Filipina sebesar Rp1.184 per menit.
"Untuk kondisi itu, Indonesia mestinya menerapkan kebijakan asimetris, yaitu penetapan biaya yang besarannya berbeda di antara operator. Secara teori, penetapan biaya interkoneksi secara simetris akan mencapai efisiensi di pasar, hanya jika syarat
coverage
jaringan sudah menjangkau seluruh wilayah di suatu negara dan mencapai keseimbangan jaringan antar operator," kata Fahmy.
Fahmy yakin, jika syarat itu belum terpenuhi, kebijakan penetapan biaya interkoneksi secara simetris tidak hanya akan menghambat pembangunan jaringan, tetapi juga menciptakan persaingan tidak sehat.
Pada 2 Agustus 2016, Pemerintah mengeluarkan Surat Edaran mengenai Implementasi Biaya Interkoneksi tahun 2016. Surat edaran No 1153/M.KOMINFO/PI.0204/08/2016 yang ditandatangani Plt. Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika, Geryantika Kurnia memastikan, biaya interkoneksi diturunkan dari Rp250 per menit menjadi Rp204 per menit, serta penerapan perhitungan pola simetris atau tidak berbasis biaya penggelaran jaringan yang telah diinvestasikan oleh masing-masing operator.
Sebagai informasi, untuk diketahui bersama, peraturan biaya Interkoneksi sesungguhnya sangat berpengaruh kepada bisnis antaroperator (B2B) dan tidak berdampak langsung pada tarif ritel (tarif yang dibayarkan pelanggan).
Kabarnya, menanggapi hal ini, Komisi I DPR RI akan segera meminta penjelasan dari Menkominfo.
Halaman Selanjutnya
coverage