Ada Tax Amnesty, Ditjen Pajak Tetap Periksa WP Nakal

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf/aww/16

VIVA.co.id - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah menginstruksikan kepada seluruh jajaran pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak untuk menghentikan semua pemeriksaan terkait perpajakan kepada seluruh Wajib Pajak (WP) yang mengikuti program kebijakan pengampunan pajak, atau tax amnesty.

Menkeu Sebut Jumlah Dana Pemda Mengendap di Bank Capai Rp 180,9 Triliun

Lantas, apakah instruksi mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu akan berimbas buruk bagi penerimaan di setiap Kantor Pelayanan Pajak di seluruh Indonesia?

Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Pusat, Wahyu Karya Tumakaka, Kamis 11 Agustus 2016, mengakui, pemberhentian pemeriksaan tersebut memang memiliki pengaruh tersendiri bagi setiap KPP, meskipun tidak akan telalu signifikan. Namun, instruksi dari Menkeu Sri Mulyani tetap harus dijalankan.

Di Amerika Serikat, Sri Mulyani Bertemu CEO MCC Bahas Transportasi Publik di RI

“Jadi, sesuatu yang sifatnya fasiltas kepada WP yang ikut tax amnesty, harus kita dukung,” jelas Wahyu, saat ditemui di Senayan City Jakarta.

Meskipun akan kehilangan sedikit potensi penerimaan yang berasal dari KPP DJP Jakarta Pusat, Wahyu menegaskan, sampai saat ini penyidikan terhadap WP ‘nakal’ tetap berjalan. Tetapi, penyidikan hanya dilakukan bagi WP yang tidak mengikuti tax amnesty, dan yang termasuk kategori WP yang tidak patuh terhadap kewajibannya kepada negara.

Ditanya Peluang Jadi Menkeu Lagi, Begini Jawaban Chatib Basri

“Masih ada WP yang sebenarnya potensi untuk dilakukan pemeriksaan. (Tetapi) kalau mereka ikut tax amnesty, kami berhentikan (pemeriksaan),” ujarnya.

Wahyu mengatakan, risiko kekurangan penerimaan pajak (shortfall) di KPP DJP Jakarta Pusat memang tetap ada. Namun, ia menargetkan, shortfall tersebut tidak akan melebihi angka 20 persen dari total target yang sudah ditetapkan.

“Target kami tidak boleh lebih dari 20 persen, bahkan tidak boleh mencapai 20 persen. Target itu harus begitu,” katanya. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya