RI Terus Tumpuk Utang, Kredibilitas Fiskal Dipertanyakan

Ilustrasi rupiah.
Sumber :
  • VIVAnews/ Tudji Martudji

VIVA.co.id – Institute Development for Economic and Finance atau Indef menilai, Kementerian Keuangan kurang kredibel dalam mengelola fiskal tahun ini. Sebab, kebijakan pemerintah pada saat menghadapi masalah fiskal selalu direspons dengan kebijakan utang baru.

China di Asia: Kehadiran Rentenir di Negara-negara Berkembang

Ekonom Indef, Imaduddin Abdullah, mengatakan, dampak dari utang baru tersebut juga mengorbankan industri perbankan. 

"Dengan kondisi tersebut, Indef melihat kredibilitas pemerintah dalam mengelola fiskal semakin dipertanyakan. Dimulai dari tidak kredibelnya target penerimaan," kata dia di kantornya, Kamis, 29 Desember 2016.

Codeblu Belum Bayar Utang Rp500 Juta, Aline Adita Ancam Bakal Sita Asetnya

Menurut Imaduddin, kondisi tak kredibelnya pengelolaan fiskal ini juga bisa dilihat dari adanya ancaman defisit anggaran sepanjang tahun ini, tapi kemudian direspons pemerintah malah dengan berlomba menerbitkan surat utang. 

Ia mengungkapkan, meski penerbitan SBN diserbu investor asing dan menandakan SBN kita masih dipercaya investor, namun kondisi tersebut justru memendam ancaman yang luar biasa.

Viral Aksi Emak-emak di Makassar Mengamuk Sambil Ancam Pakai Parang Penagih Utangnya

"Dampaknya ketika asing tiba-tiba menjual SBN itu, guncangan di sektor keuangan sudah pasti akan terjadi. Apalagi memang gencarnya SBN ini sudah menggerus suku bunga perbankan. Sehingga perang suku bunga ini tak bisa lagi dihindarkan," tuturnya.

Dalam dua tahun terakhir di era pemerintahan Jokowi, lanjutnya, SBN semakin menggemuk. Hingga saat ini, totalnya mencapai Rp2.707,81 triliun. Sementara utang lainnya sebanyak Rp731,98 triliun. Angka ini selalu diklaim pemerintah masih rendah. 

"Karena dalih pemerintah itu melihatnya ke rasio utang terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) yang kata pemerintah masih rendah dibanding negara lain. Memang rasionya masih 28 persen. Namun jika dilihat dari trennya, pemerintah itu sudah ketagihan utang," ujarnya.

Selain itu, kata Imaduddin lebih jauh, defisit anggaran memang kian lebar, sehingga hal ini terus menjadi dalih pemerintah untuk berutang. Walaupun sudah dilakukan banyak langkah, namun ancaman defisit terus menghantui.

Per Oktober 2016, defisit anggaran sudah mencapai Rp268,3 triliun atau 90,4 persen dari target APBN Perubahan 2016. Hal ini kian membuktikan tak kredibelnya pemerintah dalam mengelola fiskal di tahun ini.

"Sehingga sampai akhir tahun diperkirakan akan meningkat menjadi 2,7 persen terhadap PDB. Kondisi ini membuat pemerintah harus mencari sumber pembiayaan defisit," tuturnya.
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya