Sri Mulyani Kesal Ratusan Importir Tak Patuh Bayar Pajak

Gaya Menembak Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Sumber :
  • Istimewa

VIVA.co.id – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bersama para pemangku kepentingan terkait terus menelusuri ratusan importir yang diduga melakukan praktik kartel, atas kewajiban perpajakannya selama ini. Bendahara negara pun mengaku kesal, dengan data yang sudah ditemukan.

Neraca Perdagangan Januari Surplus, BI: Positif Topang Ketahanan Eksternal Ekonomi RI

“Kalau pengusaha ini memang melakukan kartel, dan bahkan saya suspect juga melakukan penghindaran pajak, karena setoran pajaknya tidak banyak. Makanya saya kesal,” tegas Ani, sapaan akrab Sri Mulyani, Jakarta, 1 Maret 2017.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut mengaku telah menemukan bukti-bukti konkret, bahwa ratusan importir yang diduga melakukan kartel tersebut telah mangkir dari kewajiban perpajakannya kepada negara. Terutama, dari sisi kepatuhan para Wajib Pajak importir.

Neraca Perdagangan RI Surplus, BI: Topang Ketahanan Eksternal Ekonomi Indonesia

Pertama, hampir 81 persen importir daging beku tidak menggunakan klasifikasi usaha yang berhubungan dengan perdagangan mengenai impor sapi. Mereka, kata Ani, menggunakan izin itu untuk sektor yang berbeda dari yang seharusnya.

“Jadi, klasifikasi usaha bisa impor barang elektronik, tetapi masuknya sapi. Tidak tau itu sapinya. Isinya televisi kali,” kata Ani.

Neraca Perdagangan Oktober Surplus, BI: Topang Ketahanan Eksternal Ekonomi

Kedua, dari sisi pembayaran Pajak Penghasilan yang mencakup PPh pasal 22 Impor dan PPh pasal 25/29 Badan. Tahun lalu, kontribusi PPh 22 impor mencapai Rp202,6 miliar. Namun, kontribusi PPh pasal 25/29 Badan, hanya Rp28,7 miliar, atau turun dari realisasi 2015 yang juga hanya 67,27 miliar.

“Yang perlu dilihat lagi, adalah WP importir daging beku bahkan tidak lapor SPT (Surat Pemberitahuan Tahunan). Jadi, kalau negara ini tidak kompak, dia bisa lewat-lewat saja,” katanya.

Ani pun akan kembali menelusuri kepatuhan kewajiban perpajakan para importir tersebut. Kemenkeu, kata dia, akan menggandeng para pemangku kepentingan terkait untuk terus menyelidiki proses persaingan usaha, terutama dari sisi tingkat kepatuhan atas kewajibannya kepada negara.

“Kalau mereka mendapatkan keuntungan yang tidak wajar, maka negara berhak mengambil dalam bentuk pajak. Kami juga akan koreksi, sehingga persaingan berjalan wajar dan tidak ada yang dirugikan,” ujarnya. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya