Ekonomi RI Ketiga Besar G-20, Ketimpangannya Keempat Dunia

Ilustrasi pertumbuhan ekonomi
Sumber :
  • ANTARA/M Agung Rajasa

VIVA.co.id – Sikap 'pamer' yang dikemukakan Presiden Joko Widodo, ketika menyebut pertumbuhan ekonomi Indonesia menempati posisi ketiga terbaik di dunia dikritisi. Meskipun pertumbuhan ekonomi nasional mulai berbalik arah, namun peringkat ketimpangan Indonesia justru berada di peringkat keempat di dunia.

Cerita Faisal Basri Diminta Sang Ayah Jadi Dokter

"Pertumbuhan kita terbaik di negara-negara anggota G-20. Tetapi, ketimpangan kita di peringkat empat. Bukan di antara negara G-20, tetapi di seluruh dunia, setelah Rusia, India, dan Thailand," kata Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati dalam sebuah diskusi, Jakarta, Kamis 4 Mei 2017.

Bahkan, ketimpangan kepemilikan aset di Indonesia, apabila dibandingkan dengan negara-negara lain, justru berada di posisi paling buncit. Enny memandang, ada berbagai persoalan yang belum diselesaikan, sehingga menyebabkan ketimpangan di dalam negeri terasa melebar.

Faisal Basri Sebut Menko Luhut Lebih Bahaya dari Virus Corona

Misalnya, dari berbagai kebijakan yang belum berpihak. Enny pun mempertanyakan komitmen pemerintah dalam mengatasi ketimpangan. Sebab, sampai saat ini masih ada beberapa masyarakat di pedesaan yang justru belum mendapatkan akses fasilitas dasar. 

Dalam kesempatan berbeda, Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri menilai, jebakan pendapatan kelas menengah pun menjadi persoalan lain yang selama ini menyebabkan ketimpangan semakin melebar. Meskipun pertumbuhan ekonomi nasional menggeliat, namun tak dipungkiri Indonesia berpotensi terjerumus dalam middle income trap.

Beri Peringatan, Faisal Basri Sebut Omnibus Law Berbahaya

"Jadi, (Presiden Joko Widodo) jangan bangga-banggakan. Apa gunanya sih? Tolong deh, sekarang itu mau dengar. Kalau begini terus, bisa repot nanti," kata Faisal dalam kesempatan yang sama.

Menurut Faisal, keinginan kepala negara, agar pertumbuhan ekonomi pada 2019, bisa tumbuh mencapai enam persen pun hanya akan menjadi angan-angan semata. Sebab, secara quarter on quarter, pertumbuhan ekonomi nasional masih bergerak fluktuatif.

"Tolong, pak Jokowi jangan aneh-aneh. Jangan mimpi. Repot nanti. Dengan tren seperti itu, kita semakin tertinggal," tegasnya. (asp)

Peneliti LSI Denny JA, Ardian Sopa, menjelaskan hasil survei.

LSI Denny JA: Ekonomi Rakyat Berada di Zona Merah

Kondisi ekonomi mereka jauh lebih buruk dibandingkan sebelum pandemi.

img_title
VIVA.co.id
7 Juli 2020