- VIVA.co.id/M Ali Wafa
VIVA.co.id – Setelah melalui proses seleksi dan uji kelayakan dan kepatutan, DPR akhirnya memilih sembilan anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Tak berselang lama, Presiden Joko Widodo langsung menerbitkan Keppres No 77/P Tahun 2017 guna mengangkat sembilan orang tersebut sebagai anggota KPAI yang baru.
Sembilan anggota KPAI periode 2017/2022 adalah, Ali Maryati Solihah, Jasra, Margaret Aliyatul Mainunah, Putu Elvina, Retno Listyarti, Rita Pranawati, Siti Hikmawatty, Susanto dan Susianah. Tak lama setelah terpilih mereka menggelar sidang Pleno dan memilih Susanto sebagai Ketua dan Rita Pranawati sebagai Wakil Ketua. Pleno tersebut dihadiri oleh sembilan komisioner terpilih.
Sejumlah tantangan dan persoalan sudah menanti komisioner KPAI yang baru. Di antaranya maraknya aksi perundungan (bullying) di lembaga pendidikan, pornografi, kekerasan dan pelecehan seksual hingga maraknya anak-anak yang terlibat terorisme dan kekerasan.
Ketua KPAI Susanto mengatakan, ia dan komisioner yang lain sudah menyiapkan sejumlah strategi guna menangani kasus-kasus yang menimpa anak. Tak hanya itu, mereka juga akan mendorong sejumlah regulasi terkait perlindungan anak. Demikian penuturan pria kelahiran Pacitan 1978 ini saat VIVA.co.id menyambangi kantornya beberapa waktu lalu.
Setelah terpilih, apa yang sudah Anda lakukan?
Kita langsung bergerak cepat merespon sejumlah kasus dan merespon sejumlah kebijakan.
Contohnya?
Setelah terpilih menjadi Ketua KPAI, saya langsung berkunjung dan menemui anak korban yang ayahnya dituduh maling ampli yang dibakar di Bekasi. Ini artinya, kita ihtiarkan di periode ini responnya lebih cepat, tepat dan berorientasi lebih jangka panjang. Karena kalau kita jadi pemadam kebakaran tentu tidak tepat sebagai lembaga negara.
Maksudnya?
Pertama kita melakukan respon terhadap kasus. Kedua kita membangun sistem perlindungan yang lebih baik.
Komisioner yang baru memiliki berbagai macam latar belakang. Tanggapan Anda?
Kami melihat ini bisa menjadi modal sosial yang cukup besar guna mengektifkan program perlindungan anak.
Kenapa?
Karena masing-masing teman-teman komisioner mempunyai jejaring. Jadi kami melihat bukan menjadi rentan atau friksi, tetapi ini bisa menjadi modal sosial bagi KPAI untuk bekerja lebih baik.
Apakah ada pekerjaan rumah dari komisioner sebelumnya?
Ada sejumlah pekerjaan rumah yang sebenarnya cukup konkret dan deliverynya memang secara langsung.
Apa saja?
Pertama terkait dengan Rancangan Peraturan Presiden (Raperpres) Pencegahan Kekerasan di Satuan Pendidikan.
Sebenarnya apa poin penting Raperpres?
Pertama terkait dengan pencegahan. Jadi di Raperpres itu pencegahan wajib dilakukan oleh semuanya, termasuk warga sekolah. Kepala sekolah bertanggung jawab menjamin terhadap maksimalisasi perlindungan anak di satuan pendidikan, tentu bukan hanya kepala sekolah yang bertanggung jawab, tentu guru juga memiliki tanggung jawab yang sama. Kalau guru melakukan tindakan kekerasan tidak boleh warga sekolah yang lain membiarkan itu terjadi. Pembiaran itu juga bisa kena pasal pembiaran. Kalau murid melakukan kekerasan tidak boleh juga yang lainnya membiarkan, karena yang bersangkutan harus dicerdaskan dan dicerahkan oleh guru.
Kedua, dalam konteks penanganan tentu diperlukan suatu sistem atau mekanisme penanganan. Kalau ada kasus-kasus kekerasan yang terjadi di sektor pendidikan misalnya, tentu tidak boleh kita harus ada dulu pengaduan dari anak, pengaduan dari korban. Jadi harus se-safety mungkin. Bisa juga membuka kotak pengaduan dan informasi di sekolah, agar ketika anak mengadu tidak berpotensi menjadi korban kekerasan lagi.
Selain itu?
Usulan kita kepada Mendikbud agar mengintegrasikan perspektif program perlindungan anak di 8 standar pendidikan kita. Semangatnya adalah bagaimana rekrutmen guru lebih selektif, meski sudah ada sejumlah prasyarat bagi orang yang akan menjadi guru. Tapi kan pada prakteknya banyak guru rentan menjadi pelaku kekerasan terhadap anak. KPAI terus meyakinkan pemerintah agar benar-benar selektif dalam merekrut guru agar anak tidak menjadi korban.