Lima Modus Garong APBD Jelang Pilkada

Ilustrasi/Penyelenggaraan pilkada serentak 2018
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Anhar Rizki Affandi

VIVA – Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, disingkat APBD, ditemukan rawan untuk diselewengkan pemanfaatannya untuk keperluan politik di tahun pemilihan kepala daerah, atau pilkada.

Kemendagri Turun Langsung ke Papua Tengah Percepat Realisasi APBD

Menurut Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Yenny Sucipto, ada setidaknya lima modus yang diduga lazim digunakan sejumlah kepala daerah petahana yang berniat untuk kembali mencalonkan diri, atau mengikuti pilkada di tingkat yang lebih tinggi.

"Kami amati bahwa APBD ini berpotensi untuk dipolitisasi, sebagai alat mobilisasi di tingkat eksternal, internal," ujar Yenny dalam sebuah diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Rabu 21 Februari 2018.

Eks Kadis Bina Marga Sumut Divonis Bebas Kasus Korupsi APBD

Modus pertama adalah meningkatkan anggaran bantuan sosial (bansos) kepada sejumlah kalangan, dengan tujuan menggalang dukungan.

Yenny menyampaikan, pada 2017, Fitra mencatat ada peningkatan anggaran itu sebesar 35,4 persen di sembilan daerah yang melaksanakan pilkada.

Adik Mantan Bupati Lampung Utara Diduga Cawe-cawe Pemenang Proyek

"Bansos menjadi alat mobilisasi masyarakat untuk diarahkan kepada lembaga-lembaga tertentu atau pun perseorangan, sesuai kehendak kepala daerah," ujar Yenny.

Modus kedua adalah pemanfaatan Sisa Lebih Penggunaan Anggaran (Silpa) untuk ditanam sebagai investasi di bank, lantas diambil keuntungannya untuk keperluan pribadi petahana.

Yenny menyampaikan bahwa faktor kerja sama antara petahana dan perbankan juga perlu diselidiki dalam modus ini.

Modus ketiga, adalah penyuntikan modal dalam jumlah yang terlampau besar ke Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Namun, pada akhirnya, BUMD itu tidak memberi kontribusi yang sepadan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Menurut Yenny, modus keempat adalah 'mark down' atau upaya menurunkan rencana nilai PAD, meski pada realisasinya PAD yang diperoleh tinggi. Selisih antara rencana nilai dan realisasi itu lantas disisihkan untuk modal pemenangan petahana di pilkada.

Modus terakhir, atau yang kelima adalah pemanfaatan APBD untuk kampanye tidak langsung petahana melalui program-program yang dilaksanakan pemerintah daerah.

"Modelnya seperti sosialisasi program berupa publikasi, namun disertai tulisan seperti 'Lanjutkan', 'Teruskan'," ujar Yenny.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya