Rupiah Melemah, Lampu Kuning Utang Luar Negeri RI

Uang rupiah pecahan Rp100.000.
Sumber :
  • REUTERS/Thomas White

VIVA – Bank Indonesia mencatat, utang luar negeri Indonesia saat ini tumbuh 10,3 persen secara year on year, atau mencapai US$357,5 miliar, setara dengan Rp4.647 triliun (kurs Rp13.000 per dolar AS).

Bank Indonesia Naikkan BI Rate Jadi 6,25 Persen Demi Stabilkan Rupiah

Utang tersebut dianggap BI masih dalam zona aman, mengingat rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) masih di kisaran 29,24 persen, atau di bawah batas yang ditetapkan UU No. 17 tahun 2003, sebesar 60 persen.

Meski demikian, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan, pertumbuhan utang luar negeri (ULN) yang mencapai 10,3 persen secara year on year itu terbilang mengkhawatirkan dan kurang produktif.

Hasil Uji Ketahanan OJK: Perbankan Masih Bisa Mitigasi Pelemahan Rupiah

Hal ini disebabkan, pertumbuhan ULN tidak terkolerasi dengan pertumbuhan ekonomi yang hanya mencapai lima persen, serta pertumbuhan penerimaan pajak yang hanya tumbuh empat persen dari rata-rata dua tahun terakhir dan rasio pembayaran cicilan pokok dan bunga utang terhadap penerimaan pajak pada 2017 yang sudah mencapai 31 persen, atau meningkat dari tahun sebelumnya sebesar 26 persen.

"Utang yang digunakan untuk mengejar pembangunan infrastruktur pun ditunggu tiga tahun belum ada hasilnya. Bahkan penyerapan tenaga kerja di sektor konstruksi 2016 juga anjlok 230 ribu orang. Jadi, ada yang harus di evaluasi dari bertambahnya utang kurang produktif ini," kata Bhima, saat dihubungi VIVA, Jumat 16 Maret 2018.

Utang Luar Negeri RI Februari 2024 Naik Jadi US$407,3 MIliar, Ini Penyebabnya

 Dolar AS dan rupiah.

Selain itu, lanjutnya, bertambahnya nominal ULN di saat rupiah lemah dikhawatirkan menambah risiko kewajiban pembayaran utang pemerintah. Di mana, kewajiban pembayaran utang luar negeri pemerintah yang jatuh tempo di 2018 mencapai US$9,1 miliar yang terbagi menjadi US$5,2 miliar pokok dan US$3,8 miliar bunga.

"Jika gunakan kurs Rp13.400, maka pemerintah wajib membayar Rp121,9 triliun. Sementara, dengan kurs Rp13.700 menjadi Rp124,6 triliun. Ada selisih pembengkakan akibat currency missmatch sebesar Rp2,7 triliun," kata Bhima.

Jika kondisi pelemahan rupiah berlanjut, menurutnya, implikasi lebih jauhnya dapat menyebabkan pihak swasta gagal membayar utang, seperti pada saat krisis 98. Di mana, dalam porsi total ULN yang sebesar US$357,5 miliar, utang swasta mencapai US$174,2 miliar.

"Risiko bagi swasta juga perlu dicermati mengingat tidak semua ULN swasta di hedging. Rupiah terdepresiasi, bisa sebabkan kinerja keuangan swasta terganggu, karena kewajiban pembayaran utang jadi lebih berat" ujarnya menambahkan.

Karenanya, dia menilai, besaran ULN pemerintah untuk tahun ini sudah perlu di waspadai atau dalam tahap lampu kuning, mengingat tren rupiah akan terus melemah hingga akhir tahun.

"Risiko krisis keuangan bukan hal yang tidak mungkin bisa kembali terjadi. Apalagi, jika nilai tukar rupiah terus melemah hingga akhir tahun atau mencapai Rp14.000 per dolar AS," tuturnya. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya