BPK Sebut Freeport Berpotensi Rugikan Negara

Tambang Grasberg Freeport Indonesia di Papua.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Banjir Ambarita

VIVA – Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK memaparkan audit terhadap kegiatan usaha pertambangan PT Freeport Indonesia. Hasilnya, ada pelanggaran yang dilakukan perusahaan tersebut, sehingga berpotensi merugikan negara hingga Rp185,02 triliun.

MIND ID Cetak Pertumbuhan Positif di 2023, Simak Rinciannya

Anggota IV BPK RI, Rizal Djalil menyebutkan, pelanggaran tersebut tercakup dalam dua aspek. Yakni, penyalahgunaan izin penggunaan kawasan hutan lindung, serta perubahan ekosistem akibat limbah hasil operasional tambang.

"Saya ingin katakan sampai hari ini, setelah 333 hari BPK menyampaikan hasil auditnya, tidak ada tindak lanjut yang signifikan dilakukan PTFI (PT Freeport Indonesia). Action plan saja tidak. Saya ingin mengatakan bahwa PTFI tidak punya goodwill persoalan lingkungan di Papua ini," jelas Rizal di Gedung BPK RI, Senin 19 Maret 2018.

Manajemen dan Serikat Pekerja Freeport Teken PKB, Menaker: Bisa Jadi Contoh bagi Perusahaan Lain

Rizal merincikan, dari potensi kerugian negara sebesar Rp185 triliun akibat pencemaran lingkungan tersebut, sebesar Rp166 triliun diakibatkan kerusakan lingkungan laut, Rp8,2 triliun pada ekosistem estuari, serta Rp10,7 triliun di pada ekosistem di darat. 

Wilayah pertambangan terbuka Freeport di Timika, Papua.

Freeport Indonesia Setor Rp 3,35 Triliun Bagian Daerah dari Keuntungan Bersih 2023

Ilustrasi tambang Freeport

Sementara itu, terkait penyalahgunaan izin penggunaan kawasan hutan lindung, BPK mencatat, PTFI telah melanggar peraturan perundangan, karena menggunakan kawasan hutan tanpa memiliki izin pinjam pakai kawasan hutan seluas minimal 4.535,93 ha. Hal tersebut melanggar Undang-undang Kehutanan Nomor 41 Tahun 1999 jo Undang-undang Nomor 19 Tahun 2004.

"Kita prihatin dengan pola seperti ini. Mengenai hutan lindung, tidak ada yang dilakukan secara signifikan dan tidak ada permohonan baru, kelengkapan baru. 13 perusahaan asing yang berinvestasi di bidang mineral ini. Yang 12 mengikuti UU yang berlaku, kecuali yang satu ini," tegasnya.

Meski demikian, Rizal mengungkapkan, temuan BPK ini tidak memberikan dampak terhadap proses divestasi saham PTFI kepada Indonesia yang saat ini tengah berlangsung melalui holding pertambangan, PT Inalum (Persero). 

"Tidak berkaitan dengan valuasi atau proses divestasi secara keseluruhan. Nanti, soal itu kita mainkan di ronde berikutnya," kata Rizal. 

Selain itu, tambah dia, atas dasar temuan tersebut BPK juga telah merekomendasi kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk memberi sanksi kepada PTFI. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya