Neraca Perdagangan RI Kembali Defisit US$1,62 Miliar

Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Anhar Rizki Affandi

VIVA – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, neraca perdagangan Indonesia pada April 2018 mengalami defisit sebesar US$1,62 miliar. Defisit itu tercermin dari nilai ekspor US$14,47 miliar dan impor mencapai US$16,09 miliar.

BPS Ungkap Dampak Perang Rusia-Ukraina bagi Neraca Perdagangan RI

Kepala Badan Pusat Statistik Suhariyanto menjelaskan, ekspor tersebut berasal dari produk non-migas yang mengalami penurunan sebesar 6,80 persen atau turun sebesar sebesar US$13,28 miliar dan ekspor migas yang turun sebesar 11,32 persen atau US$1,19 miliar.

Sementara itu, impor yang mengalami kenaikan signifikan berasal dari produk non-migas yang naik sebesar 12,68 persen atau US$13,77 miliar. Kemudian produk migas sebesar 3,2 persen US$2,32 miliar.

Neraca Perdagangan RI Februari 2022 Surplus US$3,83 Miliar

"Dengan menggabungkan total ekspor dan impor tersebut maka neraca perdagangan ini di luar ekspektasi, yaitu mengalami defisit US$1,63 miliar. Jadi neraca perdagangan pada April ini kembali defisit. Impor tinggi tentu jadi perhatian," ujar Suhariyanto di kantornya, Selasa 15 Mei 2018.

Keterangan Pers Kepala BPS Suhariyanto di kantornya.

BI: Neraca Pembayaran Indonesia Kuartal IV 2021 Defisit US$844 juta

Menurunnya nilai ekspor ini, kata dia, dipicu oleh penurunan di sektor non migas yang mengalami share terbesar, yakni mencapai 91,80 persen, seperti sektor industri pengolahan yang secara month to month nya turun sebesar 4,83 persen, serta pertambangan dan lainnya yang turun 16,03 persen. Meski beberapa komoditas di sektor tersebut ada yang yang mengalami kenaikan seperti pertanian sebesar 6,11 persen.

"Sektor-sektor itu yang kemudian menyebabkan performa ekspor April 2018 mengalami penurunan dibanding Maret 2018, meski yoy (year on year) nya meningkat 9,01 persen," ucapnya

Bahan Baku

Sementara, untuk impor, peningkatannya didominasi oleh kelompok bahan baku dan bahan penolong yang kontribusinya mencapai 74,39 persen. Dan secara month to month, kelompok tersebut juga nilai impornya naik 10,73 persen atau sebesar US$11,96 miliar.

"Kalau impor kelompok bahan baku dan bahan penolong ini tinggi tentu kita harapkan akan menggerakkan perekonomian dalam negeri," ujarnya.

Dengan demikian, secara kumulatif, Suhariyanto mengatakan, neraca perdagangan selama Januari-April 2018 mengalami defisit sebesar US$1,31 miliar. Total ekspor tercatat sebesar US$58,74 miliar dan impor US$60,05  miliar.

"Kedepan tentu kita berharap ekspor berkembang lebih bagus sehingga neraca perdagangan kita bisa kembali surplus," ujarnya. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya