RI Jauh dari Krisis, Gubernur BI: Ini Sejumlah Indikatornya

Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo (tengah)
Sumber :
  • REUTERS/Willy Kurniawan

VIVA – Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo merespons pandangan beberapa pengamat ekonomi yang menilai kondisi perekonomian Indonesia saat ini telah waspada krisis, atau sudah lampu kuning usai mengalami pelemahan nilai tukar rupiah yang mencapai Rp14.200 per dolar AS.

Dukung UMKM Indonesia, BRI Gelar Pesta Rakyat Simpedes

Menurut Perry, kondisi ekonomi Indonesia saat ini masih stabil dan kuat, atau jauh dari kata krisis. Hal itu, dapat ditinjau dari beberapa indikator krisis, seperti terkendalinya defisit transaksi berjalan, utang luar negeri yang masih mampu dibayarkan.

"Dari indikator ini jawabannya apa? Itu kan jelas itu suatu an assessment yang mendekati krisis, yang memang tidak sesuai dengan assessment-assessment yang tadi itu," ucap Perry di Gedung BI, Jakarta, Jumat 25 Mei 2018.

Dirut BRI Ungkap 2 Faktor yang Bisa Selamatkan Indonesia dari Resesi di 2023

Perry menjelaskan, jika dilihat dari defisit transaksi berjalan, Indonesia mampu menjaga di bawah tiga persen, di mana saat ini diperkirakan masih bertengger di kisaran 2,5 persen dari PDB.

Kemudian, dari sisi Utang Luar Negeri, Perry juga mengatakan tidak ada masalah. Sebab, rasio ULN terhadap PDB Indonesia masih lebih rendah, jika di bandingkan dengan negara-negara peers (volatilitas nilai tukar rupiah terlihat berada dalam range yang aman), atau sebesar 34 persen.

Sri Mulyani Ingatkan Risiko yang Intai Ekonomi Global, RI Siapkan Ini

Adapun dari tingkat depresiasi nilai tukar, Perry mengatakan, juga masih rendah jika dibandingkan dengan negara-negara peers, di mana saat ini hanya mencapai 4,3 persen year to date.

"Memang, lebih tinggi (depresiasinya) dari negara-negara dengan yang account surplus. Tetapi, kalau dibanding kan dengan negara-negara account defisit, tingkat depresiasi rupiah kita itu relatif rendah," ucap Perry.

Calon Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo

Selain itu, Perry juga menegaskan, Indonesia juga sudah mampu untuk melalui tekanan-tekanan yang lebih tinggi dari kondisi saat ini, dan mampu melaluinya dengan baik.

Hal itu bisa dilihat dari dimulai tekanan saat krisis Yunani 2011, taper tantrum 2013, hingga revisi pertumbuhan ekonomi China pada 2015, yang memberikan tekanan cukup tinggi bagi Indonesia.

"Yang sekarang ini adalah jauh lebih kecil dari episode-episode itu. Padahal, episode itu indikator tadi hampir mencapai krisis," tegasnya.

Meski demikian, Perry mengungkapkan, bukan berarti karena itu BI tidak waspada terhadap kondisi ekonomi saat ini. Namun, BI memang telah didesain untuk selalu waspada terhadap segala kondisi ekonomi, baik pengaruh eksternal maupun domestik itu sendiri.

"Kita itu selalu cautious (hati-hati), tetapi tentu saja cautious dengan perhitungan-perhitungan yang tadi saya katakan, kita akan fokus untuk ambil langkah-langkah stabilisasi," ucapnya. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya