Bappenas Pertajam Indeks Pembangunan Ekonomi Inklusif

Kantor Bappenas.
Sumber :
  • bappenas.go.id

VIVA – Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengungkapkan hingga saat ini, masih belum ada konsep pembangunan ekonomi inklusif yang disepakati secara nasional. 

Kemenpora: Proses Transisi Pemerintahan Harus Diisi Gagasan Segar Anak Muda

Menurut bambang, meskipun saat ini banyak organisasi internasional yang memiliki konsep tentang hal tersebut, belum ada yang mencerminkan tujuan pembangunan Indonesia secara spesifik. 

Bank Pembangunan Asia (ADB) misalnya, menjelaskan pertumbuhan ekonomi inklusif ditopang oleh tiga pilar. Yaitu pertumbuhan yang tinggi dan berkelanjutan untuk menciptakan dan memperluas peluang ekonomi, perluasan akses untuk menjamin masyarakat dapat berpartisipasi dan mendapatkan manfaat dari pertumbuhan, dan jaring pengaman sosial untuk mencegah kerugian ekstrim. 

Pemprov DKI Jakarta Raih Penghargaan 3 Provinsi Terbaik, Wujudkan Kota Berketahanan

Sementara itu, World Economic Forum (WEF) mendefinisikan ekonomi inklusif sebagai suatu strategi untuk meningkatkan kinerja perekonomian. Dengan cara perluasan kesempatan dan kemakmuran ekonomi, serta memberi akses yang luas pada seluruh lapisan masyarakat. 

"Karena itu, kita kemudian menginisiasi Indeks Pembangunan Ekonomi Inklusif Tingkat Nasional Tahun 2011-2017,"  ujar Bambang dikutip dari Keterangan Resminya, Rabu 18 Juli 2018.

Buka Musrenbangnas 2024, Jokowi Ingatkan Pemerintah Daerah Harus Seirama dengan Pusat

Menurut Bambang, Indeks Pembangunan Ekonomi Inklusif Tingkat Nasional Tahun 2011-2017 terdiri dari tiga pilar. Yang meliputi pertumbuhan ekonomi, pemerataan pendapatan dan pengurangan kemiskinan, serta perluasan akses dan kesempatan. 

Untuk pilar pertama, yaitu pertumbuhan ekonomi, DKI Jakarta mendapatkan indeks tertinggi sebesar 6,58, sedangkan provinsi dengan nilai indeks terendah adalah Papua, dengan capaian 2,99. Nilai indeks secara nasional untuk pilar ini sebesar 5,17. 

Sementara itu, pilar kedua, yaitu pemerataan pendapatan dan pengurangan kemiskinan, lagi-lagi DKI Jakarta memperoleh capaian tertinggi dengan nilai 7,31. Provinsi Papua memperoleh indeks terkecil dengan nilai 5,81. Nilai indeks secara nasional untuk pilar kedua ini adalah sebesar 6,64. 

Terakhir, pilar ketiga, yaitu perluasan akses dan kesempatan, menempatkan Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai provinsi dengan nilai tertinggi yaitu sebesar 6,69. Sedangkan provinsi yang paling tidak inklusif dalam pilar ketiga ini adalah Banten dengan nilai 4,03. Nilai indeks secara nasional untuk pilar ketiga adalah 5,05.

"Saat ini, selain sedang dilakukan penyusunan dashboard Indeks Pembangunan Ekonomi Inklusif Tingkat Nasional, Bappenas juga tengah mengembangkan Indeks Pembangunan Ekonomi Inklusif untuk Tingkat Kabupaten atau Kota.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya