Kemenkeu Naikkan Tarif Impor, Kadin Minta Jangan ke Bahan Baku

Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan Perkasa Roeslani.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Muhamad Solihin

VIVA – Pemerintah baru saja memberlakukan perubahan tarif PPh pasal 22 impor atas 1.147 barang, yang efektif dimulai pada Kamis 13 September 2018. Langkah ini dilakukan guna mengatasi defisit transaksi berjalan.

Semangat Gotong Royong! Pengusaha Sumbang Rp23 M untuk Timnas Indonesia U-23

Saat diminta tanggapannya, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri, Rosan P. Roeslani menegaskan, aturan itu sebaiknya diberlakukan hanya untuk barang-barang konsumtif saja, dan tidak kepada barang-barang yang menjadi bahan baku industri.

"Kalau untuk yang sifatnya modal dasar atau barang material yang bisa digunakan untuk industri dan diekspor, ya kita harus hati-hati. Karena begitu kebijakan ini keluar, jangan sampai kita mengirim wrong signal bahwa kita menjadi lebih proteksionis lagi," kata Rosan di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat 14 September 2018.

Kementerian Keuangan Tanggapi Masukan Masyarakat Terkait Permasalahan Impor Barang Kiriman

Rosan beralasan, pengenaan tarif baru PPh impor kepada barang yang menjadi bahan baku industri atau barang yang akan diekspor itu, tentunya akan menurunkan daya saing produk-produk nasional di pasar global.

Oleh karenanya, Kadin pun telah membentuk sebuah tim yang akan memberikan masukan kepada pemerintah, mengenai item barang impor yang sebaiknya dikaji ulang agar tak dikenakan regulasi baru tersebut.

Bea Cukai Sosialisasikan Aturan Kepabeanan di Dua Wilayah Ini

"Dari seribu lebih barang yang dikenakan kenaikan tarif itu, mana yang sebaiknya perlu ada review ulang sedikit lah. Kalau assessment dari tim, ada sekitar 200-an jenis barang (yang harus dikaji ulang)," kata Rosan.

Selain upaya me-review barang-barang yang harus dikaji ulang agar tidak dikenakan PPh impor itu, Rosan juga berharap bahwa nantinya kebijakan ini akan menjadi aturan jangka panjang yang konsisten, demi menjamin kepastian dan keberlangsungan iklim usaha yang baik di Tanah Air.

"Sehingga ke depannya kebijakan tadi tidak dianggap inkonsisten. Karena kan itu juga yang dikeluhkan para pengusaha lokal maupun asing bahwa kebijakan di Indonesia terkadang tidak konsisten," kata Rosan.

"Intinya adalah barang-barang dasar atau yang memang tidak ada di sini, atau barang yang walaupun ada di sini tapi kontinuitas dari supply barang itu ada enggak? Karena kan kita lihat juga kebijakan ini berapa besar sih pengaruhnya terhadap defisit transaksi berjalan kita," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya