Proyek Infrastruktur Rawan Korupsi, Jokowi-JK Perlu Benahi Tata Kelola

Aktivitas pembangunan proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Batang
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

VIVA – Masifnya pembangunan infrastruktur di Indonesia di era Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, diakui telah mendorong pertumbuhan ekonomi dan ciptakan lapangan kerja. Namun, langkah tersebut juga menimbulkan banyak risiko, yaitu kebocoran dan penyimpangan anggaran.

Sri Mulyani Ungkap Pembangunan IKN Sudah Sedot APBN Rp 4,3 Triliun

Salah satu pengelolaan yang kurang baik dilakukan dalam pelaksanaan pembangunan infrastruktur tersebut, terjadi pada proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Provinsi Riau, yang kini menyangkut korupsi sejumlah pejabat dan anggota DPR.

Ketua Dewan Pertimbangan Pengurus Pusat Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI), Hotbonar Sinaga mengungkapkan, besarnya pendanaan proyek infrastruktur yang dilakukan saat ini perlu penerapan tata kelola yang baik dan manajemen risiko.

Jokowi Resmikan 147 Bangunan yang Direhabilitasi Pasca Gempa di Sulawesi Barat

Menurut dia, tata kelola yang baik diharapkan dapat mengurangi sejumlah risiko penyimpangan ataupun kebocoran seperti yang terjadi di proyek PLTU Riau. Sehingga, upaya mengejar ketertinggalan infrastruktur bisa lebih efektif dan maksimal.

Saat ini, lanjut Hotbonar, untuk merealisasikan infrastruktur diperlukan dana yang besar. Pendanaan tidak harus semuanya dari pemerintah, melainkan bisa kerja sama dengan investor dalam dan luar negeri melalui mekanisme public private partnership (PPP). 

Jokowi: Jalan Inpres Gorontalo Penting untuk Tingkatkan Konektivitas Daerah

“Sebagian pendanaan diserahkan kepada investor swasta yang memungkinkan mekanisme direct lending. Contohnya, pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung. Sejak beberapa tahun lalu, pemerintah telah menciptakan berbagai terobosan dalam skema pembiayaan, sehingga tidak tergantung dari anggaran pemerintah,” Jelas Hotbonar dalam keterangannya dikutip Minggu 16 September 2018.

Ia mengungkapkan, apa yang dilakukan pemerintahan Joko Widodo dalam melakukan pembangunan infrastruktur secara agresif, seperti jalan tol dalam beberapa tahun terakhir di Tanah Air layak diapresiasi.  

Terlebih, kata dia, dalam waktu 3,5 tahun terakhir kita telah berhasil membangun jalan tol sepanjang 536 kiometer. Belum lagi, rencana jalan tol Trans-Jawa yang menyambung dari Merak hingga Banyuwangi diwujudkan pada 2019. 

"Pembangunan infrastruktur ini kelak akan menarik investor asing untuk berinvestasi di dalam negeri," jelasnya.

Risiko Infrastruktur 

Sementara itu, Direktur program Magister Manajemen  UI, Haryadin Mahardika menilai, pembangunan infrastruktur yang tengah giat dibangun pemerintah harus memenuhi prinsip berkeadilan dan berkelanjutan. 

Menurut dia, dari sisi berkeadilan, infrastruktur adalah suatu komponen utama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Jangan sampai fokus berlebihan kepada infrastruktur, sehingga mengorbankan fokus pada sektor yang lain. 

“Misalnya, sekarang kita melihat investasi sektor real menurun terus cukup jauh, meskipun pembangunan infrastruktur naik terus. Hal ini menunjukkan sebenarnya ada trade off. Kalau kita bangun satu, yang lain pasti akan ketinggalan,” tegas Haryadin.

Untuk itu, ia mengingatkan, agar pemerintah lebih berhati-hati lagi dalam melakukan pengelolaan dan pengawasan pembangunan infrastruktur. Sebab, berdasarkan data dari Indonesia Corruption Watch (ICW) korupsi di infrastruktur ini menjadi yang paling tinggi. 

Data dari ICW menyebutkan pada 2017, ada 241 kasus korupsi di pembangunan infrastruktur. Hal itu, setara dengan 28 persen dari total persentase kasus korupsi di Indonesia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya