Kata Menko Darmin Soal Rupiah Perkasa Saat Suku Bunga The Fed Naik

Menteri Kordinator Perekonomian, Darmin Nasution
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Nova Wahyudi

VIVA – Naiknya suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat semalam, nyatanya justru membuat nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menguat pada Kamis ini. Hal itu dinilai, karena pasar telah siap terhadap kebijakan tersebut.

Utang Luar Negeri Indonesia Turun Jadi US$413,6 Miliar

Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Darmin Nasution menjelaskan, suku bunga acuan AS yang naik 25 basis poin semalam, memang membuat rupiah menguat. Hal itu, karena pelaku pasar keunagan yang sudah memprediksi.

Selain itu, tambah dia, hal itu juga karena respons positif pelaku pasar keuangan terhadap kebijakan suku bunga acuan Bank Indonesia yang juga menaikkan 25 basis poin menjadi sebesar 5,75 persen yang pada dasarnya juga telah di prediksi oleh pelaku pasar.

Ukraina Tak Lagi Ngotot Masuk NATO, Rupiah Hari Ini Menguat

"Ya, karena memang sudah diprediksi orang apa yang terjadi di AS itu. Sama kemudian, respons yang disiapkan BI dan pemerintah," kata dia saat ditemui di Hotel Raffles, Jakarta, Kamis 27 September 2018.

Di lokasi yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, hal itu juga tidak terlepas dari komunikasi intens pemerintah terhadap pelaku pasar bahwa perubahan kebijakan The Fed tersebut, memang benar-benar akan terjadi dan pemerintah mampu mengimbangi dengan stabilnya kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

BI Fast Payment, Jawaban untuk Kebutuhan Transaksi Murah

"Kita kan, sebetulnya sudah berkomunikasi terus menerus bahwa perubahan policy dari The Fed akan terjadi. Kemudian, kita komunikasikan pada perekonomian bahwa APBN kita sangat sehat. Tadi, sampai pertengahan September primary balance positif," ungkapnya.

Selain itu, dia juga mengatakan, dengan konsistennya pemerintah luncurkan kebijakan-kebijakan yang mampu memberikan sinyal positif terhadap pelaku pasar atau pelaku ekonomi meskipun gejolak perekonomian global masih belum mereda akibat normalisasi kebijakan moneter AS.

"Kalau perubahan di luar perekonomian kita itu bukan kita yang mengontrol. Itu kan The Fed, tetapi perekonomian kita, Indonesia, cukup fleksibel dan lentur dan cukup memiliki daya tahan resilience untuk mengabsorb perubahan itu tanpa harus menyebabkan seluruh kegiatan ekonomi mengalami perubahan drastis," papar mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut.

"Namun, absorbsi dari perubahan itu akan terjadi dan oleh karena itu konsistensi dari policy Pak Menko, fiskal, moneter, dan sektor riil, itu dianggap sebagai sinyal positif dan kita akan terus lakukan," tambahnya.

Sebagai informasi, berdasarkan data kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia, Kamis 26 September 2018, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS rata-rata di level Rp14.918 per dolar AS, atau menguat dari perdagangan kemarin yang mencapai Rp14.938.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya