Mengintip Srikandi Tangguh Operasikan Alat Berat Tambang Freeport

Para operator Minegem wanita di tambang Freeport Indonesia.
Sumber :
  • Dok. Freeport

VIVA – Di era modern saat ini lazim bagi wanita mendapatkan pekerjaan yang biasa dilakukan oleh laki-laki, terutama di kota-kota besar. Pekerjaan itu bisa menjadi supir, kondektur hingga petugas keamanan.

Manajemen dan Serikat Pekerja Freeport Teken PKB, Menaker: Bisa Jadi Contoh bagi Perusahaan Lain

Namun, di bagian timur Indonesia tentu sejumlah pekerjaan itu masih sangat tabu diketahui. Tapi, di Freeport Indonesia ada sekelompok perempuan yang begitu lihai mengoperasikan alat-alat berat.

Tak tanggung-tanggung, jumlah perempuan yang lihai mengendalikan mesin-mesin pertambangan ini mencapai 75 orang. Mereka semua bertugas sebagai operator alat berat jarak jauh di tambang Grasberg Block Cave.

Selesaikan Persoalan Papua, Jusuf Kalla Beri Saran Begini ke Prabowo-Gibran

Senior Vice President-Mine Underground PT Freeport Indonesia, Chris Zimmer mengatakan, pihaknya memang mempekerjakan perempuan untuk menjalankan alat berat. Hal itu dilakukan sejak tahun lalu tepatnya 12 Mei 2017.

"Untuk pertama kalinya seorang karyawati tahun lalu berhasil mendapatkan lisensi penuh untuk mengoperasikan peralatan berat sistem kendali jarak jauh ini,” ujar Chris dalam keterangan tertulisnya, Selasa 2 Oktober 2018.

Beroperasi Juni 2024, Smelter Freeport di Gresik Bakal Diresmikan Jokowi?

Chris menjelaskan, para karyawati ini mengoperasikan alat berat tambang bawah tanah di Grasberg Block Cave. Para perempuan ini mengoperasikan menggunakan alat kontrol khusus yaitu Minegem dari ruang berpendingin udara di Tembagapura, Papua.

“Jadi, mereka tidak melakukan pekerjaan kasar. Mereka menjalankan salah satu peralatan tambang tercanggih di dunia dan telah membuktikan mereka lebih dari mampu untuk melakukannya," ujarnya.

Ia menambahkan, pekerjaan sebagai operator Minegem butuh keahlian tinggi serta tentunya ketelatenan dan kesabaran. 75 operator perempuan ini adalah mereka yang terpilih yang telah mengikuti pelatihan panjang hingga memiliki sertifikat untuk menjadi operator tambang.

Sedangkan terkait penghasilan, Chris mengatakan, para perempuan ini juga mendapatkan penghasilan yang sama dengan rekan kerjanya yang berjenis kelamin laki-laki.

"Mempekerjakan para perempuan ini bukan sekadar mengisi kekosongan tenaga kerja, lebih dari itu, hal ini berarti mempekerjakan orang-orang terbaik untuk pekerjaan ini dan memberdayakan serta mempercayakan posisi-posisi penting bagi masa depan PT Freeport Indonesia,” tambah Chris

Adapun dalam bekerja perharinya, Chris mengatakan bahwa shift kerja para perempuan di Freeport terbagi dua yaitu pagi dan malam. Bahkan, jadwalnya sama dengan operator laki-laki.

Sementara itu, Theodora Mayor, perempuan berusia 29 tahun asal Biak yang sudah bekerja sebagai operator alat berat di Freeport selama sekitar satu tahun bercerita bahwa dirinya merasa canggung dan kurang percaya diri ketika pertama kali belajar mengoperasikan alat-alat berat tersebut.

“Awalnya saya gugup karena saya berasal dari latar belakang yang sama sekali non-tambang. Selain itu, saya juga tidak memiliki pengalaman teknis operasi tambang maupun di lapangan. Tapi rekan-rekan operator laki-laki di sini sangat membantu dan menerima kami dengan senang hati. Mereka juga membantu mengajari tata cara melakukan pengoperasian harian konsol-konsol ini, jadi kami memang benar-benar didukung oleh lingkungan yang sangat suportif,” tutur Theodora yang juga memegang lisensi penuh untuk operasi pertambangan bawah tanah. (mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya