- ANTARA FOTO/ICom/AM IMF-WBG/Zabur Karuru
VIVA – Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengaku belum mengetahui secara rinci bagaimana pengaruh kebijakan kenaikan Upah Minimum Provinsi atau UMP 2019 sebesar 8,03 persen terhadap perekonomian domestik. Pengaruhnya tersebut khususnya ke inflasi.
Menurut dia, untuk mengetahui hal itu, harus terlebih dahulu mengetahui secara mendetail mengenai kebijakan kenaikan UMP tersebut yang telah diumumkan pemerintah melalui Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan Nomor 8.240/M-Naker/PHI9SK-Upah/X/2018.
"Nanti akan kita lihat policy-nya seperti apa," ujar Sri saat ditemui di Indonesia Convention Exhibition, BSD, Tangerang, Kamis 18 Oktober 2018.
Meski begitu, sebelumnya dia pun mengatakan bahwa kenaikan UMP tersebut pada dasarnya mampu menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat. Sebab, dengan kenaikan UMP itu, dikatakannya mampu memengaruhi secara positif di dua faktor pendorong ekonomi nasional. Yakni daya beli masyarakat, dan produktivitas dunia usaha.
"Kalau dari sisi daya beli kan berarti positif, kalau dari dunia usaha bagaimana kita melihat kenaikan upah itu dibarengi produktivitas atau tidak," tutur Sri saat ditemui di kompleks DPR RI, Jakarta, Rabu 17 Oktober 2018.
Akan tetapi, menurutnya, kenaikan UMP tersebut harus didukung oleh peningkatan kualitas para pekerja di Indonesia. Pada akhirnya produktivitas industri atau dunia usaha akan ikut terdorong.
"Jadi memang yang paling kunci memang kualitas SDM (sumber daya manusia) agar produktivitas naik, sehingga kita bisa mendapatkan kesejahteraan dari kenaikan upah minimum," ungkapnya.
Kenaikan UMP pada 2019 tersebut diputuskan pemerintah berdasarkan data inflasi nasional ditambah pertumbuhan ekonomi nasional tahun ini. Berdasarkan perhitungan BPS, inflasi nasional yang mendasari ketetapan ini adalah sebesar 2,88 persen dan pertumbuhan ekonomi sebesar 5.15 persen.