Rupiah Mulai Perkasa, BI Waspadai Risiko Global di Akhir Tahun

Petugas menghitung mata uang rupiah dan dolar AS di salah satu tempat penukaran uang di Jakarta
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

VIVA – Bank Indonesia menilai, meski nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, berhasil menguat di bawah Rp15.000, setidaknya masih terdapat beberapa faktor global yang masih menjadi risiko bagi stabilitas ekonomi domestik hingga akhir tahun.

Rupiah Menguat Tipis Usai Rilis Data Ekonomi AS

Deputi Gubernur Bank Indonesia, Dody Budi Waluyo mengatakan, berdasarkan penilaian BI, momok utama yang masih menjadi risiko tersebut adalah pelebaran defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD), terutama akibat neraca ekspor-impor barang dan jasa Indonesia yang masih belum menguat.

"Ke depan, policy (kebijakan) yang akan kita lakukan menuju uncertainty (ketidaktentuan) sampai akhir tahun ini menggambarkan risiko pertimbangan yang kita hadapi ke depan. Dalam assesment (perkiraan) BI, isu masalah CAD, ekspor-impor, masih utama," katanya di Hotel Pullman, Jakarta, Selasa 6 November 2018.

Rupiah Loyo ke Level Rp 16.038 per Dolar AS

Selain itu, lanjut dia, potensi risiko besar kedua adalah tren kenaikan suku bunga acuan di negara-negara dengan kekuatan ekonomi yang setara dengan Indonesia, demi menarik arus modal masuk ke negara-negaranya.

Sebab, kata Dody, potensi kenaikan suku bunga acuan Fed Fund Rate masih terus berlanjut, sehingga mengetatnya likuiditas di pasar keuangan global.

Dolar AS Sempat Tembus Rp16.200, Jokowi: Kita Ketar-ketir, Agak Ngeri Juga

"Jadi, seolah ada bagaimana mengestrak suku bunga lebih menarik dari peers, demi menjaga differential suku bunga agar inflow terjadi," ungkapnya.

"Risiko perdagangan, yield suku bunga AS naik. Masalah policy uncertainty juga meningkat. Artinya, dari sisi global certainty-nya belum terlihat," tutur dia.

Karena itu, kata Dody, BI bersama dengan pemerintah akan fokus menjaga stabilitas, terutama demi menekan pelebaran defisit transaksi berjalan dengan memperkuat industri manufaktur, di samping kebijakan pembatasan impor maupun kebijakan mandatori penerapan Biodiesel 20 persen atau B20.

"CAD harus di atas dulu. Meski rupiah tertekan, bagi BI apapun yang dilakukan pemerintah, kita harus jaga stabilitas. Dengan kita intervensi atau depresiasi secara gradual, ini yang disebut dilema policy. Ini dilema yang harus kita optimalkan," paparnya.

Berdasarkan data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia, Selasa 6 November 2018, dolar AS hari ini di perdagangan antarbank dibanderol Rp14.891. Rupiah menguat dibandingkan posisi kemarin, yang berada di level Rp14.972 per dolar AS. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya