Data Pangan, Kementerian Pertanian Diminta Ikuti BPS

Ilutsrasi pangan
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Syaiful Arif

VIVA – Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menyarankan Kementerian Pertanian untuk memperhatikan data pangan yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS). Hal itu menyusul adanya sejumlah perbedaan data kedua lembaga yang memicu kekecewaan masyarakat.

Daftar Harga Pangan 25 April 2024: Bawang Merah hingga Daging Sapi Naik

"BPS sebagai otoritas data. Ikutin BPS saja sebagai lembaga yang berhak menjadi acuan," ucap Anggota Ombudsman Republik Indonesia (ORI), Ahmad Alamsyah Saragih, Sabtu, 1 Desember 2018.

Pernyataan Ahmad menanggapi sikap beberapa organisasi yang menyerahkan Petisi Ragunan kepada lembaganya. Petisi yang berisi tuntutan pencopotan Menteri Pertanian, Amran Sulaiman itu dilatarbelakangi adanya kekecewaan masyarakat atas data pangan yang dirilis Kementan.

Kembangkan Produk Urea dan Amonia, Pupuk Indonesia Gandeng BUMN Brunei BFI

Ahmad pun menyarankan Kementan untuk tidak melakukan klaim atas hasil produksi komoditas pangan. Terutama klaim yang berpotensi mendatangkan kegaduhan di kemudian hari.

"Ketika ada gejolak harga ya lebih baik ajak publik mari kita atasi. Bukannya klaim sepihak. Wajar orang kecewa atau marah ya," ucap Ahmad.

Daftar Harga Pangan 23 April 2024: Daging Sapi hingga Telur Ayam Turun

Kendati demikian, Ahmad menyatakan ORI tidak sedang membela pihak mana pun. Lembaganya, kata Ahmad, akan berfokus untuk memastikan layanan publik bebas maladministrasi.

Sebelumnya, Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (Pataka) menyerahkan petisi Ragunan kepada Ombudsman. Salah satu isinya adalah menuntut Presiden Joko Widodo memberhentikan Menteri Pertanian. Petisi itu dilatarbelakangi kekecewaan terhadap ketidaksesuaian data kementerian pertanian.

"Kekecewaan kami diarahkan ke menteri pertanian. Maka kami meminta kepada presiden untuk memberhentikannya," ucap Koordinator Pataka, Yeka Hendra Fatika ketika menjelaskan pokok petisi Ragunan di Gedung Ombudsman, Jumat, 30 November kemarin.

Dalam penyerahan petisi Ragunan kepada Ombudsman RI, Yeka mewakili 20 tanda tangan yang berasal dari individu maupun organisasi. Salah satu pertimbangannya, mereka menilai telah terjadi pembohongan data oleh Kementerian Pertanian (Kementan)

Salah satunya berasal dari perbedaan antara angka overestimasi produksi beras Kementan dengan data Badan Pusat Statistik. Yeka menuturkan, selama terjadi perbedaan angka tersebut, Kementan dinilai kerap mengeluarkan klaim yang tidak sesuai dengan keadaan. 

Salah satu contoh, kata Yeka, saat Kementan mengklaim terjadi surplus beras. Namun, yang ia dapat justru ada impor beras sejak 2015-2018 yang rata-ratanya mencapai 1,12 juta ton.

"Misal ada surplus tapi impor per tahun rata-rata 1,12 juta ton. Kalau surplus (harusnya) ya tidak perlu impor," ucap Yeka.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya