Petani Sebut Bibit Bawang Putih asal Taiwan Tak Sesuai Klaim Kementan

Petani bawang putih di kecamatan Kledung Kabupate Temanggung, Jawa Tengah.
Sumber :
  • Petani bawang putih di kecamatan Kledung Kabupate Temanggung, Jawa Tengah.

VIVA – Para petani bawang putih di wilayah lereng Gunung Sumbing, Jawa Tengah, mengeluhkan benih asal Taiwan varietas Great Black Leaf atau GBL. Mereka juga mempertanyakan klaim pemerintah terkait keberhasilan bibit impor tersebut di lahan mereka.

Harga Kembang Pala Meroket hingga Ratusan Ribu Gegara Bumbu Masakan Diburu

Kementerian Pertanian sebelumnya mengklaim para petani di wilayah lereng Gunung Sumbing seperti Desa Sukomakmur, Kecamatan Kajoran, Kabupaten Magelang hingga tiga kecamatan di Kabupaten Temanggung yakni kecamatan Kledung, Parakan dan Bansari berhasil panen dengan melimpah.

Bawang putih impor GBL Taiwan yang ditanam petani diklaim berhasil panen dengan bagus di usia 120 hingga 140 hari. Benih impor itu dinilai cukup adaptif di Indonesia dengan produktivitas rata-rata mencapai 10 ton per hektare.

Dirut Pupuk Indonesia Minta Pemerintah Lanjutkan Program Gas Murah, Ini Alasannya

Kementan melalui Direktur Sayuran dan Tanaman Obat bahkan meminta para petani dan importir untuk tidak cemas dan ragu menanam bibit impor tersebut. Klaim tersebut rupanya berbanding terbalik dengan pengakuan para petani di lapangan. Wiwin Suheri (30), salah satunya.

Ketua kelompok kolompok tani Tunas Muda Desa Sukomakmur itu, menyebut hasil panen bawang GBL Taiwan pada November lalu sangat tidak memuaskan. 

9 Petani Sawit yang Halangi Proyek Bandara IKN Wajib Lapor, Polisi: Proses Hukum Tetap Jalan

"Kemarin tetap panen tapi hasilnya tidak maksimal. Karena kami lebih suka benih lokal yang memang sudah adaptasi di lahan kami," katanya.

Di kelompok tani miliknya, total 20 hektare lahan sempat ditanami bibit impor pada bulan Agustus 2018 dengan bermitra perusahaan importir bernama PT Citra Gemini Mulya. Namun, setelah 143 hari masuk masa panen hanya 20 persen saja yang bisa menikmati hasilnya. Sementara 80 persen lainnya gagal.

"Kebetulan pas kemarin kami nerusin kelompok tani yang lama. Selain faktor musim kemarau panjang, perawatan benih impor ini cukup rewel," ucap dia. 

Karena itu, memasuki musim tanam bulan November dan Desember saat ini, para petani di wilayahnya enggan menggunakan bibit GBL Taiwan. Mereka lebih memilih menanam bibit bawang lokal, karena saat ini bibit tersebut cukup tersedia di tingkat petani.

"Masalahnya bibit lokal kerap habis. Maka mau tidak mau kita terpaksa terima bibit impor seperti GBL ini. Padahal hasilnya mengecewakan, " katanya.

Apa yang dialami dan petani di Magelang rupanya juga terjadi di Kabupaten Temanggung. Supriyanto (33) petani bawang di Kecamatan Bansarin Temanggung mengalami nasib serupa. Ia dan banyak petani di daerahnya juga  tidak puas dengan bibit impor ini. Sebab, pada masa tanam kemarin sekitar tiga hektare lahan yang ditanami, bahkan 90 persen gagal. 

"Umur tanaman yang lebih panjang menjadi kendala bagi para petani di desa kami. Makanya, mereka tidak akan mau mengandalkan bibit tanaman yang usia tanamnya lebih panjang. Mereka tidak akan tanam bawang putih lokal yang bisa lebih cepat jadi duit,” tandas Supriyanto.

Agus, salah satu ketua kelompok tani di Kecamatan Parakan mengatakan, di lingkungannya, sejumlah petani juga menanam bibit GBL pada musim tanam akhir tahun 2018 ini. Permasalahannya sama, bibit bawang putih lokal tak banyak tersedia.

"Saya sekarang tanam dua hektare. Ini juga coba-coba, karena sebelumnya juga belum pernah tanam. Ada informasi katanya hasilnya bagus, tapi saya juga belum tahu, " kata Agus. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya