Defisit dengan China Naik, RI Terdampak Langsung Perang Dagang

Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Anhar Rizki Affandi

VIVA – Defisit neraca perdagangan Indonesia dengan China pada Januari 2019, mengalami pelebaran cukup signifikan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, defisit tersebut mencapai US$2,43 miliar, lebih tinggi dari posisi Januari 2018, yang sebesar US$1,83 miliar.

BPS Ungkap Dampak Perang Rusia-Ukraina bagi Neraca Perdagangan RI

Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengungkapkan, melonjaknya defisit tersebut menandakan bahwa perang perdagangan antara Amerika Serikat dengan China, memberikan dampak langsung bagi Indonesia.

"China, termasuk Amerika Serikat, pertumbuhan ekonomi dan perdagangannya turun, jadi kita terpengaruh langsung dengan perang dagang itu. Sementara, untuk cari alternatifnya perlu waktu," kata dia di kantornya, Jumat 15 Februari 2019.

Neraca Perdagangan RI Februari 2022 Surplus US$3,83 Miliar

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, kedua negara itu memang merupakan negara tujuan utama ekspor Indonesia dengan pangsa ekspor masing-masing sebesar 13,52 persen dan 11,97 persen.

Namun, nilai ekspor Indonesia terhadap dua negara tersebut turun, terutama dengan China yang turun cukup tajam dari senilai US$1,92 miliar pada Januari 2018, menjadi 1,71 miliar. Sementara itu, dengan AS hanya turun dari US$1,54 miliar menjadi US$1,51 miliar pada Januari 2019.

BI: Neraca Pembayaran Indonesia Kuartal IV 2021 Defisit US$844 juta

"Karena, perkembangan dunianya cepat sekali, sehingga adjustment-nya agak lambat, jadi ekspor turun banyak ke China, padahal dia nomor satu (pangsa ekspornya)," tutur dia.

Meski begitu, Darmin menilai, dengan pertumbuhan ekonomi China yang diperkirakan sepanjang 2018, akan berada di posisi 6,5 persen atau terendah sejak 1990. Dikatakannya, perdagangan Indonesia dengan negara tersebut masih bisa stabil.

"Mungkin, apakah akan lebih melambat, itu belum tahu. Tapi rasanya, justru kalau ekonomi China di 6,5 persen itu bisa lebih stabil. Kemudian, kita memang mestinya, produk yang kita ekspor ke China, tidak mudah dialihkan ke negara lain, karena itu hasil pertambangan dan perkebunan," tuturnya.

Meski neraca perdagangan Indonesia dengan China mengalami defisit yang cukup dalam, namun dengan AS, justru masih terus mengalami surplus. BPS mencatat bahwa neraca perdagangan Indonesia dengan AS masih mampu surplus sebesar US$805 juta pada Januari 2019, lebih tinggi dibanding posisi Januari 2018, yang sebesar US$795 juta. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya