Rasio Elektrifikasi Indonesia Sudah 98 Persen, Bagaimana Kualitasnya?

ilustrasi pembangkit listrik.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Nur Faishal

VIVA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral atau ESDM mengakui kualitas rasio elektrifikasi Indonesia yang telah mencapai 98 persen belum seluruhnya maksimal. Di satu sisi, juga masih ada 2.500 lebih desa yang belum teraliri listrik sama sekali. 

Ini Penyebab Aset PLN Nusantara Power Melesat Jadi Rp 350 Triliun

"Kita tidak mengatakan 98 persen itu listriknya sudah kualitas bagus. Itu ada yang 12 jam sehari (dialiri listrik), 6 jam sehari, 5 jam sehari, tapi memang sudah berlistrik," ungkap Direktur Aneka Energi Baru dan Terbarukan Ditjen EBTKE, Harris di Jakarta, Kamis 4 April 2019.

Untuk 2.500 desa yang belum berlistrik sama sekali, Harris mengatakan, pemerintah punya program ke depan, yaitu mengoptimalkan energi baru terbarukan sebagai sumber energinya. Hal itu sejalan dengan target Energi Baru dan Terbarukan (EBT) sebesar 23 persen dari bauran energi pada tahun 2025.

Brigjen Sharif Tuding Israel Berbohong Pembangkit Listriknya Rusak Usai Serangan Iran

Menurutnya, pengembangan energi terbarukan di Indonesia sangat penting untuk mendorong sistem kelistrikan di Indonesia. Memasuki 74 tahun Indonesia merdeka, lanjut dia, porsi energi fosil seperti Bahan Bakar Minyak dan Gas untuk pembangkit listrik masih sebesar 91 persen. 

"Batubara paling banyak, kemudian gas dan minyak. Namun karena ketersediaan gas bumi dan minyak yang terbatas, ini yang kita kurangi," kata dia. 

Strategi PLN Indonesia Power Pastikan Pasokan Listrik saat Mudik Lebaran Aman

Dengan begitu, ia menegaskan, peran energi baru dan terbarukan di Indonesia harus terus ditingkatkan. Sebab, Indonesia sangat kaya akan sumber daya-nya mulai dari tenaga surya, air atau mikro hidro, panas bumi hingga angin. 

"Kita punya dengan jumlah yang sangat banyak, dan itu belum diterapkan dengan sangat maksimal," jelas dia. (ben)

Menurut dia, energi untuk pembangkit yang digunakan saat ini bukan lagi dipandang Pemerintah sebagai komoditas semata melainkan sebagai penggerak ekonomi. "Tentunya aspek pentingnya itu benar-benar harus kita jaga," tegasnya. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya