Sri Mulyani Ungkap Belum Ada Solusi Perang Dagang China-AS

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati (kiri).
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

VIVA – Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengatakan, solusi perang perdagangan antara Amerika Serikat dan China yang diharapkan bisa terealisasi dalam Konferensi Tingkat Tinggi G20 di Osaka, Jepang, 28-29 Juni 2019, masih belum tercipta.

RI Coba Manfaatkan RCEP Tarik Investasi ke Pasar Modal

Hal itu disebabkan masih adanya jarak yang cukup signifikan dari para pimpinan negara tersebut, yakni antara Presiden AS Donald Trump maupun Presiden China Xi Jinping. Pernyataan-pernyataan yang disampaikan kedua pimpinan negara itu dikatakan Sri masih jauh dari titik temu.

"Nampaknya masih ada jarak yang cukup signifikan dari para pimpinan, terutama antara Presiden Trump dan pimpinan yang lain," kata Sri seperti dikutip dari siaran pers, Minggu, 30 Juni 2019.

Sri Mulyani Janjikan Insentif ke Perusahaan Peduli Perubahan Iklim

Dia mengatakan, dalam pernyataan-pernyataannya, Trump menginginkan isu perdagangan yang adil dan setara. Trump, menurut Sri, menekankan pentingnya kesetaraan perlakuan perdagangan antarnegara dan mengeliminasi kebijakan-kebijakan yang dianggap tidak adil.

Karenanya, lanjut dia, Trump mengajak supaya semua negara harus menghilangkan berbagai macam distorsi untuk mencapai kemakmuran atau kesejahteraan bersama.

Strategi RI Hadapi Perang Dagang di Tengah Pandemi COVID-19

“Dalam hal ini, Trump bahkan menggunakan kata Predatory Nation yang bisa memanfaatkan perekonomian Amerika. Ini menggambarkan bahwa di dalam konsep Presiden Trump, masih ada negara-negara yang dianggap melakukan praktik-praktik yang dianggap merugikan Amerika Serikat," tuturnya. 

Sementara itu, Xi Jinping, kata Sri, menganggap situasi perang perdagangan saat ini adalah hasil dari kebijakan yang dibuat oleh seseorang dalam suatu negara saja. Keinginan untuk menciptakan win-win solution atau solusi yang adil hanya bisa terjadi jika ada niatan yang baik untuk menyelesaikan persoalan tersebut.

"Masing-masing tentu masih menggunakan retorika, yang jelas dari sisi RRT (China) mengatakan kalau kita ingin mencapai win win solution itu pasti bisa dilakukan asal kedua-duanya memiliki niat yang baik untuk mencapai solusi tersebut," ungkap dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya