Sri Mulyani Jelaskan Kenapa Berbagi Beban BI dan Kemenkeu hingga 2022

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Ruang Kerjanya.
Sumber :
  • Dok. Kementerian Keuangan

VIVA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan terkait skema burden sharing atau berbagi beban dengan Bank Indonesia, yang beberapa hari terakhir membuat sentimen negatif di tengah pelaku pasar keuangan.

BI Catat Modal Asing Kabur dari RI Pekan Keempat April Capai Rp 2,47 Triliun

Sentimen itu tercipta karena adanya informasi mengenai penggunaan burden sharing yang akan berjangka panjang hingga 2022. Padahal sebelumnya dijanjikan hanya sampai akhir 2020.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pada dasarnya skema burden sharing yang telah disepakati antara pemerintah dengan Bank Indonesia untuk membiayai defisit APBN terbagi menjadi dua.

BI Catat Penyaluran Kredit Baru Kuartal I-2024 Tumbuh Positif, Ada Tapinya

Baca juga: Kemenkeu dan BI Berbagi Beban Tanggung Biaya Penanganan Covid-19

Pertama, memang ada yang jangka waktunya disepakati hingga 2022 dan ada yang disepakati hanya digunakan sampai akhir tahun ini. Tujuannya untuk sama-sama menghadapi dampak pandemi COVID-19.

Sri Mulyani Ungkap APBN Surplus Rp 8,1 Triliun hingga Maret 2024

"Ini seperti yang telah dijelaskan oleh saya dan Gubernur BI dan juga dibahas dan disepakati dengan DPR, Komisi XI dan Badan Anggaran. Ada dua jenis burden sharing yang telah disepakati," katanya saat konferensi pers, Jumat, 4 September 2020.

Skema burden sharing pertama, kata Sri, adalah untuk penanganan dampak pandemi COVID-19 yang bersifat publik goods yaitu penanganan di bidang kesehatan, bantuan sosial dan belanja untuk pemulihan daerah dan sektoral.

Melalui skema ini, maka pembiayaan defisit APBN melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) yang tidak melalui lelang atau melalui mekanisme pasar, namun langsung di beli BI melalui private placement. SBN ini beban bunganya nol persen.

"Mekanisme yang sifatnya extraordinary ini hanya dilakukan untuk tahun 2020 satu kali saja atau dikenal dengan istilah one off burden sharing mechanism. Kami dengan BI tetap memegang kesepakatan itu," kata Sri.

Adapun skema burden sharing kedua, dia mengatakan, berfungsi sebagai pembeli siaga atau standby buyers dalam lelang SBN di pasar perdana. Ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2020 yang akan terus dilaksanakan sampai 2022.

"Dalam kurun waktu tiga tahun pemulihan ekonomi, pemerintah bisa memiliki defisit di atas 3 persen. Sesudah 2022 sesuai UU Nomor 2 Tahun 2020 maka pemerintah akan kembali melaksanakan kebijakan fiskal yang diatur dalam UU Keuangan Negara," ujarnya.

Karena itu, Sri menegaskan bahwa pemerintah dan BI berkomitmen untuk menjaga disiplin fiskal dan moneter sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya