Resesi Ekonomi, Indef: Belanja Pemerintah Perlu Ditingkatkan Lagi

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adhinegara (tengah)
Sumber :
  • Instagram.com/@bhimayudhistira

VIVA – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal III-2020 minus 3,49 persen. Indonesia pun sudah resmi dikatakan resesi karena ekonomi negatif dalam dua kuartal berturut-turut.

Mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan Melalui Ekonomi Sirkular

Meski begitu, jika dibandingkan kuartal II-2020 yang minus 5,32 persen, ekonomi kuartal III masih lebih baik. Perbaikan ekonomi ini disebut ditopang oleh gelontoran belanja pemerintah yang tumbuh positif.

Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance atau Indef, Bhima Yudhistira menilai, belanja pemerintah masih sangat kecil. Meskipun karena program pemulihan ekonomi nasional (PEN), belanja pemerintah naik dengan pertumbuhan di atas 9 persen, dari sebelumnya hanya 8 persen terhadap PDB.

RI Jadi Negara Kedua di Dunia yang Jauh dari Jurang Resesi Ekonomi 2024, Jerman Paling Dekat

"Artinya, serapan belanja PEN ini selain nominalnya masih kecil, harusnya bisa ditingkatkan lagi," kata Bhima dalam telekonferensi, Kamis, 5 November 2020.

Baca juga: Terdampak COVID-19, Rata-rata Gaji Pegawai dan Buruh Turun

Selandia Baru Umumkan Negaranya Kini Memasuki Resesi

Sehingga, lanjut dia, jika itu dilakukan pada kuartal IV ini pertumbuhan belanja pemerintah bisa meningkat, dan mendorong pemulihan ekonomi lebih cepat. Di satu sisi, dia mendukung belanja pemerintah di sektor kesehatan.

Belanja di sektor kesehatan meningkat tinggi pada kuartal III-2020. Belanja pemerintah di sektor jasa kesehatan tercatat mengalami pertumbuhan di atas 10 persen. Tapi ekonomi masyarakat memang belum terlihat bergerak.

"Karena masyarakat masih terlalu fokus pada masalah kesehatan, sehingga belum bisa menggerakkan ekonomi atau pun sektor-sektor lainnya," ujar Bhima.

Karena itu, dia berharap pemerintah masih bisa melakukan upaya perombakan terhadap stimulus PEN, khususnya pada sektor-sektor yang dianggap tidak semuanya bisa membantu sektor usaha.

"Misalnya stimulus di dalam kartu prakerja, kemudian bantuan subsidi bunga, dan juga penempatan dana di perbankan," kata Bhima.

Dia menilai stimulus prakerja hingga subsidi bunga tersebut tidak efektif. Seharusnya, kata dia, anggarannya bisa dialihkan untuk kesehatan dan perlindungan sosial yang lebih besar.

"Nah, (stimulus-stimulus) itulah yang dianggap tidak efektif, karena seharusnya dialihkan kepada stimulus kesehatan dan juga stimulus untuk perlindungan sosial ataupun UMKM yang lebih baik," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya