Mendag Lutfi Tegaskan Siap Salah soal Harga Cabai

Penurunan Harga Cabai Picu Deflasi
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar

VIVA – Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi mengungkapkan risiko menjadi seorang menteri perdagangan di Indonesia. Salah satunya adalah pergerakan harga komoditas cabai.

Jagung Murah karena Produksi Melimpah, Jokowi: Itu Hukum Pasar

Dalam satu tahun, dipastikannya harga cabai akan naik maupun turun sekaligus. Ketika kondisi itu terjadi, diakuinya yang akan disalahkan adalah menteri perdagangan.

"Enam kali (bulan) ketika tinggi mendag yang salah dan ketika enam kali panen besar mendag salah, jadi ini sudah nasib saya. Jadi tinggi salah turun salah," tutur dia, Senin, 11 Januari 2021.

Neraca Perdagangan RI Surplus 47 Bulan Berturut-turut, Mendag: Bagian dari Keberhasilan Kemendag

Baca jugaBangga Gunakan Produk Lokal, Luhut: Bentuk Perjuangan Bangsa

Kondisi itu, ditegaskannya karena sifat orang Indonesia yang suka mengonsumsi cabai segar. Padahal komoditas tersebut paling lama bisa bertahan hanya dalam waktu 30 hari.

Mendag Zulhas Tegas Tolak Impor Bawang Merah di Tengah Lonjakan Harga

"Hanya bisa bertahan paling-paling 30 hari. Jadi ketika paceklik harganya tinggi naik, ketika panen harganya turun jatuh, dua-duanya salah saya," ucap Lutfi.

Selain itu, dia menegaskan, hingga saat ini belum ada teknologi atau mekanisme yang bisa dimanfaatkan pemerintah untuk menangani persoalan cabai tersebut.

"Jadi saya ingatkan memang sampai saat ini belum ada satu teknologi atau yang bisa diterapkan pemerintah bagaimana menyelesaikan permasalahan itu," tuturnya.

Hanya saja, dia menekankan, pemerintah telah mencoba memanfaatkan sistem pendinginan untuk komoditas cabai yang dikenal dengan Controlled Atmosphere Storage (CAS).

"Ini adalah bagaimana suatu ruangan diatur atmosphere-nya supaya barang komoditas segar itu bisa bertahan setidaknya 7, 8 sampai dengan 12 bulan," ungkap dia.

Meski demikian, Lutfi mengungkapkan, mekanisme tersebut masih dalam tahap pengujian. Jika telah sukses akan bisa dimanfaatkan di pusat-pusat produksi cabai.

"Seperti di Boyolali, Jawa Timur, ini bisa dijalankan. Jadi sampai saat ini belum ada, jadi saya minta maaf dan ini sudah jadi risiko mendag, naik salah, turun salah," tuturnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya