YLKI Apresiasi Kemenkeu soal Kenaikan Cukai Rokok, tapi...

Rak rokok di minimarket (foto ilustrasi)
Sumber :
  • VIVAnews/Arrijal Rachman

VIVA – Pada akhir 2020, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, telah mengumumkan kenaikan tarif cukai rokok sebesar 12,5 persen pada 2021. Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, mengatakan pihaknya sangat mengapresiasi keputusan tersebut.

Sri Mulyani Ungkap APBN Surplus Rp 8,1 Triliun hingga Maret 2024

"Kemarin Bu Sri Mulyani baru menaikkan cukai rokok sebesar 12,5 persen dan memang kita apresiasi dan kita dukung," kata Tulus dalam telekonferensi, Selasa 12 Januari 2021.

Meski demikian, Tulus pun mengaku menyayangkan bahwa latar belakang dari kebijakan pemerintah itu hanya didasarkan pada kepentingan terkait penerimaan negara. Sebab, dengan menaikkan cukai rokok tahun ini, pemerintah hanya berharap adanya tambahan penerimaan negara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021.

Kenaikan Tarif Cukai Disarankan Moderat Menyesuaikan Inflasi agar Tidak Suburkan Rokok Ilegal

"Walaupun memang sebenarnya secara intention-nya (pemerintah) menaikkan cukai rokok itu ya lebih kepada pemerintah ingin mendapatkan pendapatan dari cukai rokok itu," ujarnya.

Tulus pun menegaskan bahwa seharusnya tendensi pemerintah dalam hal menaikkan cukai rokok itu bukan hanya soal penerimaan negara, melainkan juga karena pemerintah ingin mengendalikan peredaran tembakau. Karena faktanya, selama ini cukai rokok selalu gagal dalam menjadi instrumen pengendalian peredaran tembakau di masyarakat, akibat struktur cukai yang dinilai tidak efektif dan sejumlah faktor lain.

Bergerak Cepat, Bea Cukai Kudus Kembali Temukan Dua Bangunan Tempat Produksi Rokok Ilegal

"Seperti misalnya mekanisme rokok yang juga bisa dijual secara batangan dan dijual bebas ke mana-mana, ya bagaimana akan efektif (aturannya)," kata Tulus.

"Jadi cukai rokok hanya diperoleh sebagai sebuah pendapatan negara (yang nilainya mencapai) sekitar Rp162 triliun saja, tapi kemudian dampak dari komoditas yang dikenai cukai itu masih jauh dari ideal," ujarnya.

Diketahui, kenaikan cukai rokok pada 2021 terdiri atas industri yang memproduksi sigaret putih mesin (SPM) golongan I sebesar 18,4 persen, sigaret putih mesin golongan II A sebesar 16,5 persen, dan sigaret putih mesin II B sebesar 18,1 persen.

Selanjutnya ada juga sigaret kretek mesin (SKM) golongan I sebesar 16,9 persen, sigaret kretek mesin II A sebesar 13,8 persen, dan sigaret kretek mesin II B sebesar 15,4 persen. Namun, dari kesemuanya, tidak ada kenaikan tarif cukai untuk segmen sigaret kretek tangan (SKT).

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya