Selain China dan Vietnam, Ekonomi Mitra Dagang RI di Kuartal IV Minus

Pelabuhan Peti Kemas
Sumber :
  • VIVA/Muhamad Solihin

VIVA – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa perekonomian di berbagai negara pada kuartal IV-2020 mulai membaik dibandingkan sebelumnya, meskipun perkembangannya masih terpantau lemah. 

Hipmi Sebut Capaian Ekonomi Kuartal I Jadi Modal Baik Hadapi Tantangan Global

Kepala BPS, Suhariyanto, mengatakan indikator membaiknya perekonomian di sejumlah negara itu dapat dilihat dari data PMI (Purchasing Managers Index) global yang sempat meningkat di Oktober, namun kembali melambat di November dan Desember 2020.

"Kita tahu semua negara ada hambatan karena tingginya angka COVID-19. Pada kuartal IV-2020 COVID-19 masih tinggi dan masih sulit diturunkan," kata Suhariyanto dalam telekonferensi, Jumat 5 Februari 2021.

Ekonomi RI Kuartal I Tumbuh 5,11 Persen, Aprindo: Cukup Kondusif bagi Peritel 

"Tidak hanya di Indonesia, tapi juga di banyak negara. Bahkan kita melihat beberapa negara Eropa terjadi second wave hingga kembali lockdown," ujarnya.

Suhariyanto menjelaskan di kuartal IV-2020, harga komoditas pangan seperti sawit dan kedelai serta sektor tambang dan biji besi di pasar internasional, meningkat baik secara quarter-to-quarter maupun year-on-year

Harga Emas Hari Ini 7 Mei 2024: Produk Antam dan Global Kompak Kinclong

Namun secara umum, perekonomian para mitra dagang Indonesia kuartal IV-2020 tercatat masih mengalami kontraksi. "Dengan pengecualian oleh China dan Vietnam," kata Suhariyanto.

Dia menjelaskan, pada kuartal IV-2020 PDB China berada di angka 6,5 persen, akibat adanya peningkatan di sektor manufaktur. "Dan nilai ekspor kita ke China di kuartal IV-2020 tercatat meningkat pesat dibandingkan secara quarter-to-quarter maupun year-on-year," ujar Suhariyanto.

Hal itu dikatakan Suhariyanto sangat berbeda dengan kondisi para mitra dagang Indonesia lainnya, misalnya Amerika Serikat yang pertumbuhan ekonomi kuartal IV-2020 terkontraksi 2,5 persen, sebagaimana yang terjadi pada Korea Selatan dan Uni Eropa.

Selain itu, lanjut Suhariyanto, inflasi di berbagai negara pada 2020 juga tercatat melambat signifikan, bahkan ada yang mengalami deflasi. Hal itu karena berkurangnya mobilitas masyarakat akibat pandemi, serta pengaruhnya ke pendapatan dan melemahnya permintaan sehingga menghantam sisi supply maupun demand.

"Sementara realisasi belanja APBN Rp732,74 triliun, lebih tinggi dari kuartal IV-2019. Hal ini karena faktor realisasi pemerintah pusat dari bansos sebagai perlindungan sosial, dan adanya faktor kenaikan barang dan jasa," kata Suhariyanto.

"Kemudian realisasi penanaman modal baik PMA maupun PMDN, memberikan gambaran menggembirakan yakni sebesar Rp214,7 triliun atau naik 2,7 persen secara quarter-to-quarter dan naik 3,1 persen secara year-on-year," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya