3D Printing Bisa Ciptakan Senjata, Menkeu Awasi Transaksi Ilegal

Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Sumber :
  • VIVA/Muhamad Solihin

VIVA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menganggap, perkembangan teknologi digital terutama terkait transaksi digital harus mulai diantisipasi dengan menciptakan regulasi yang dinamis.

Privy Luncurkan Paket Berlangganan Tanda Tangan Unlimited untuk Keamanan Transaksi Digital

Ini karena dirinya mengaku khawatir terhadap penyalahgunaan transaksi digital maupun teknologinya yang bisa disalahgunakan untuk kepentingan yang berpotensi mengancam keamanan negara.

"Transaksi digital barang-barang memungkinkan adanya risiko dan penyalahgunaan dalam bentuk transaksi ilegal, karena itu monitoring penting," tegas dia acara International Conference on Digital Transformation in Customs, Selasa, 16 Maret 2021.

Genjot Pertumbuhan Ekonomi, Sri Mulyani Pastikan Kesejahteraan Rakyat Terjaga

Baca juga: MUI Pandeglang Nyatakan Hakekok Aliran Menyimpang

Adapun bentuk ancaman yang diperkirakannya bisa terjadi adalah penggunaan teknologi cetak 3D atau 3D printing. Teknologi ini dianggapnya dapat memproduksi barang-barang yang mengancam keamanan rakyat.

Kelompok Kemanusiaan Periksa Persenjataan Mematikan yang Belum Meledak di Gaza

"Teknologi cetak 3D yang akhir-akhir ini semakin populer dan terjangkau oleh masyarakat juga memungkinkan penggunaan yang berpotensi membahayakan keselamatan masyarakat," paparnya.

Adapun jenis-jenis barang yang bisa memanfaatkan teknologi tersebut dan bisa dibiayai melalui transaksi digital ilegal adalah senjata api hingga bahan peledak yang dibuat atas dasar cetak biru semata.

"Dengan blueprint yang ditransmisikan secara digital, hal semacam ini juga akan memfasilitasi penggelapan pajak, violating porperty rights dan money laundring, sirkulasinya jadi lebih perlu dimonitor," tuturnya.

Oleh sebab itu, saat ini, dia menilai pentingnya regulasi yang seimbang antara bisnis yang dikelola secara digital dengan yang secara fisik. Sebab, kedua-duanya harus bisa dikelola secara seimbang.

"Digital dan bisnis proses digital belum secara proper diatur, tidak seperti mereka yang bsia diidentikasi secara fisik, sehingga menurut policy maker ini hal yang perlu diperhatikan untuk bisa mencitpakan fair level playing field for all player," tegas Sri.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya