BPK Temukan 6 Masalah Anggaran Penanganan COVID-19

Ketua BPK Agung Firman Sampurna.
Sumber :
  • repro video.

VIVA – Dalam penyampaian IHPS II tahun 2020 serta LHP Semester II Tahun 2020 saat paripurna DPR, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga melakukan pemeriksaan terhadap penanganan COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasional pemerintah pusat.

Eks Anak Buah SYL Ungkap BPK Minta Uang Terbitkan WTP Kementan, KPK Diminta Lakukan Ini

Pemeriksaan dilakukan, jelas Ketua BPK Agung Firman Sampurna, berdasarkan Pasal 13 UU Nomor 2 tahun 2020. UU ini keluar setelah Presiden menerbitkan Perppu Nomor 1 tahun 2020, usai pandemi COVID-19 masuk ke Tanah Air.

UU ini mengatur tentang kebijakan keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan untuk penanganan pandemi COVID-19 dan atau dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan atau stabilitas sistem keuangan.

9 Calon Anggota Pansel Capim KPK, 5 dari Unsur Pemerintah dan 4 Masyarakat

Pada Pasal 13 berbunyi, "Penggunaan anggaran dalam rangka pelaksanaan kebijakan keuangan negara dan langkah-langkah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 12 dilaporkan Pemerintah dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat".

Sesuai dengan peraturan perundang-undangan tersebut, Firman mengatakan BPK juga melakukan prosedur pemeriksaan. 

Istana Sebut Nama-nama Anggota Pansel KPK Akan Diumumkan Bulan Ini

"Dari hasil pemeriksaan terhadap LKPP tahun 2020 terdapat sejumlah permasalahan ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan dan kelemahan dalam sistem pengendalian interen," jelas Firman.

Dia menyebutkan sejumlah permasalahan tersebut seperti terkait program penanganan COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasional atau PC PEN. Ada beberapa persoalan dari sini. 

"Mekanisme pelaporan kebijakan keuangan negara untuk menangani dampak COVID-19 pada LKPP belum disusun," katanya.

Lalu, lanjut dia, realisasi insentif dan fasilitas perpajakan dalam penanganan COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasional tahun 2020 minimal Rp1,69 triliun tidak sesuai ketentuan.

"Pengendalian dalam pelaksanaan belanja program PC PEN sebesar Rp9 triliun pada 10 kementerian lembaga tidak memadai," lanjutnya.

Selain itu, BPK juga menyoroti penyaluran KUR dan non-KUR termasuk kartu prakerja, dalam rangka PC PEN belum memperlihatkan kesiapan pelaksanaan programnya. 

"Sehingga terdapat sisa dana kegiatan atau program yang masih belum disalurkan sebesar Rp6,77 triliun," lanjutnya.

Selanjutnya jelas Firman, realisasi pengeluaran pembiayaan tahun 2020 dalam rangka PC PEN tidak dilakukan secara bertahap. Lalu, pemerintah belum selesai mengidentifikasi pengembalian belanja atau pembiayaan PC PEN tahun 2020 di tahun 2021.

BPK juga menyampaikan permasalahan yang tidak terkait dengan PC PEN. Setidaknya ada enam yang disorot, seperti pelaporan transaksi pajak belum lengkap, penganggaran pelaksanaan dan pertanggungjawaban belanja di luar program PC PEN. Juga sejumlah persoalan yang disoroti BPK.

"Atas permasalahan-permasalahan tersebut BPK memberikan rekomendasi kepada pemerintah untuk perbaikan pengelolaan dan pertanggungjawaban APBN tahun mendatang untuk segera ditindaklanjuti," jelasnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya