Isu Keamanan Siber Muncul saat Ekonomi Digital Tumbuh, Apa Solusinya?

Ketua Indonesia Fintech Society (IFSoc) yang juga Eks Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Mirza Adityaswara.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Fikri Halim

VIVA – Valuasi ekonomi digital Indonesia tumbuh pesat sebesar 49 persen di 2021. Seiring dengan hal itu, keamanan siber dinilai menjadi hal yang penting untuk menjaga keamanan data dari penggunaan yang tidak bertanggung jawab.

Telkom Perkuat Keamanan

Ketua Indonesia Fintech Society (IFSoc) Mirza Adityaswara melihat, Electronic Know Your Customer (eKYC) memiliki peran yang strategis terhadap keamanan siber. Pemanfaatan eKYC disebut dibutuhkan dalam mengidentifikasi, otentikasi atau identifikasi pengguna, dan otorisasi pada setiap orang yang akan melakukan aktivitas digital. Ringkasnya, eKYC diketahui merupakan pengenalan pelanggan secara elektronik atau digital yang melibatkan sistem.

“Jadi penguatan sistem diperlukan pada setiap proses eKYC dalam rangka mendukung pembangunan ekosistem eKYC yang aman dan cepat. Jadi kata aman dan cepat ini penting sekali kita garis bawahi,” terang Mirza melalui telekonferensi pada, Senin 7 Februari 2022.

Jika Lolos Tes Ini, Keamanan Siber Bank di Indonesia Sudah Tangguh

Ilustrasi perekonomian dalam digitalisasi.

Photo :
  • vstory

Selain itu, proses eKYC penting bagi inklusif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi digital. Serta ekonomi yang inklusif dan efisien.  Kemudian juga terdapat nilai tambah, baik untuk masyarakat maupun institusi. Pada masyarakat akan memiliki akses pelayanan keuangan yang aman dan murah.

3 Faktor Cegah Operasi Intelijen Siber, Jangan Terbalik

“Oleh karena itu aspek harga dalam pengembangan eKYC menjadi pertimbangan yang penting. Dengan adanya perkembangan digital ini kita sekarang bisa beli SBN Ritel. Yang beli SBN ritel itu ada yang Rp100 ribu, Rp200 ribu, Rp500 ribu. Tentu di sini yang diperlukan adalah support dari eKYC yang tentunya terjangkau bagi masyarakat pembeli mikro ritel,” ujar eks Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia itu.

Sementara itu, pada eKYC dibutuhkan kerangka regulasi yang kuat untuk menjamin data perlindungan pribadi. Serta membangun iklim yang kondusif pada ekosistem digital berbasis identitas digital.

“Sebab penggunaan eKYC yang meluas rentan terhadap risiko keamanan siber dan pelanggaran data. Saat ini ada 132 dari 194 negara telah memiliki Undang-undang perlindungan data pribadi. 10 persen lainnya termasuk Indonesia sedang dalam proses pembahasan, jadi memang ini sedang kami terus dorong supaya UU PDP segera dibahas di DPR,” tutupnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya