Surati Jokowi, Buruh Mohon Aturan Baru JHT Dibatalkan

Presiden Jokowi.
Sumber :
  • VIVA/Anwar Sadat

VIVA – Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia), resmi mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo dan Menteri Ketenagakerjaan untuk meminta pembatalan aturan baru terkait Jaminan Hari Tua (JHT) yang baru bisa diperoleh saat sudah berumur 56 tahun.

Hasto Sebut Banyak Pengurus PDIP Tolak Wacana Pertemuan Megawati dan Jokowi

Adapun hal tersebut diatur melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata, Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.

Dewan Pimpinan Pusat ASPEK Indonesia Mirah Sumirat memohon dengan hormat kepada Presiden Joko Widodo, untuk dapat menginstruksikan kepada Menteri Ketenagakerjaan untuk mencabut dan membatalkan peraturan tersebut.

Gibran Bantah Presiden Jokowi Gabung Golkar

“Untuk selanjutnya tetap memberlakukan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 19 tahun 2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua, di mana manfaat JHT dapat dicairkan untuk pekerja yang berhenti bekerja, baik karena mengundurkan diri maupun karena terkena pemutusan hubungan kerja (PHK),” kata Mirah melalui keterangan tertulisnya, Selasa, 15 Februari 2022.

Menaker Ida Fauziyah.

Photo :
  • Dokumentasi Kemnaker.
Jokowi Beri Tugas Baru ke Luhut Urus Sumber Daya Air Nasional

Melalui peraturan 19 tahun 2015 tersebut, JHT dibayarkan secara tunai dan sekaligus telah melewati masa tunggu satu bulan terhitung sejak tanggal pengunduran diri atau tanggal PHK.

Ada beberapa hal yang menjadi dasar pertimbangan ASPEK Indonesia. 

Pertama, peraturan Menaker Nomor 19 tahun 2015 telah sesuai sesuai dengan Undang Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional,  dan tidak perlu dilakukan perubahan lagi.

Kedua, melalui peraturan yang lama setiap pekerja yang berhenti bekerja karena mengundurkan diri maupun karena terkena PHK, memiliki hak untuk memilih apakah akan mencairkan manfaat JHT pada saat berhenti bekerja, atau pada saat memasuki usia pensiun.

Ketiga, menurut Mirah, peraturan sebelumnya tidak bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004, pada Pasal 1 ayat 8, Pasal 1 ayat 9, Pasal 1 ayat 10.

Keempat, Adapun melalui Pasal 1 ayat 8, 9 dan 10 UU No 40 Tahun 2004 di atas, dengan tegas dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan ‘Peserta’ adalah setiap orang yang bekerja paling singkat enam bulan di Indonesia yang telah membayar iuran. Sehingga seharusnya pekerja dimaksud tetap diberikan hak untuk memilih kapan akan mengambil manfaat JHT.

Kelima, komposisi iuran JHT BPJS Ketenagakerjaan dibayarkan oleh pekerja melalui pemotongan gaji setiap bulannya sebesar 2 persen dari upah sebulan dan 3,7 persen dari upah sebulan dibayar oleh pemberi kerja atau perusahaan. Dalam dana JHT dimaksud, tidak ada keikutsertaan dana dari Pemerintah. Sehingga tidak ada alasan untuk Pemerintah ‘menahan’ dana JHT dimaksud.

Keenam, saat ini banyak korban terkena PHK dan berbagai penyebab lainnya, yang membutuhkan JHT memenuhi kebutuhan hidup atau memulai usaha setelah berhenti bekerja. Serta banyak pekerja yang terkena PHK tanpa mendapatkan pesangon, sehingga para pekerja sangat berharap bisa mencarikan JHT yang menjadi haknya.

Ketujuh, yaitu perubahan klaim JHT hanya dapat dicairkan ketika pekerja memasuki usia pensiun 56 tahun, sangat mencederai rasa keadilan bagi pekerja yang menginginkan untuk mencairkan JHT setelah mengundurkan diri atau setelah PHK.

Melalui ketujuh pertimbangan tersebut, ASPEK Indonesia menilai tidak ada alasan yang mendasar untuk menunda pembayaran JHT sampai usia 56 tahun, bagi pekerja yang mengundurkan diri maupun terkena PHK.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya