4 Tahun Cengkeh Tak Berbuah, Begini Kondisi Miris Petani di Manggarai

Hendrikus Ampak di kebun cengkehnya di Ndosor Wewo.
Sumber :
  • VIVA/Jo Kenaru

VIVA – Hendrikus Ampak tak pernah lagi merasakan nikmatnya memanen cengkeh padahal pria 51 tahun ini merupakan salah satu penghasil cengkeh cukup besar di Desa Wewo, Kecamatan Satar Mese, Manggarai, Nusa Tenggara Timur.

Mendag Zulhas Tegas Tolak Impor Bawang Merah di Tengah Lonjakan Harga

Hendrikus mengaku, ia terakhir memanen cengkeh pada 2017 lalu. Memiliki lahan seluas 1,5 hektare, dia memanen sekurang-kuranya 1,2 ton dengan harga waktu itu (2017) Rp50 ribu per kilogram.

Tapi pada 2018 tak satupun pohon cengkeh di Desa Wewo yang berbuah termasuk ratusan pohon cengkeh di kebun Hendrikus di Ndosor. Yang mulanya dianggap biasa saja, namun fenomena ini berlanjut sampai sekarang dan perekonomian warga merosot.

Harga Eceran Tertinggi Beras Medium Dinaikkan Meski Panen Raya, Ini Rinciannya Per Wilayah

Baca juga: Sentimen The Fed Sebabkan Rupiah Melemah Rp14.843 per Dolar AS

“Kalau omong tahun 2017 ke bawah petani cengkeh di Wewo, lumayanlah tapi sekarang sudah pada jatuh miskin karena empat tahun tidak ada pohon cengkeh yang berbuah. Saya punya ada 150 pohon tak pernah berbuah lagi,” tutur Hendrikus ditemui di kebun cengkehnya di Ndosor Wewo, Jumat 24 Juni 2022.

Kementan Gencarkan Pompanisasi dan Olah Tanah serta Percepat Tanam Padi

“Saya pribadi kehilangan pendapatan Rp75 juta per tahun. Biasanya Juni seperti ini mulai senang, cengkeh mulai tunas dan panen September sampai Oktober. Tapi sekarang gigit jari saja padahal harga cengkeh sekarang sudah seratus ribu lebih. Sakit hati betul,” keluh dia.

Karena tak pernah bertunas lagi, kebun cengkeh milik Hendrik dibiarkan terlantar tanpa perawatan. Sesekali saja ia datang mengecek mungkin ada pohon cengkeh yang tumbang jika terjadi hujan lebat dan angin kencang.

Untuk membiayai anaknya yang masih kuliah di sebuah universitas di Jakarta, Hendrik putar otak merajut usaha kecil-kecilan di desanya bermodal uang pinjaman bank. 

“Coba tanya, hampir semua orang di Desa Wewo berutang di koperasi dan bank. Kebun cengkeh yang bersertifikat jadi agunan. Untuk membayar bulanan pinjaman itu ya kerja apa saja sambil berharap tahun depan bisa panen cengkeh dan bisa melunasi utang-utang itu,” beber Hendrikus.

Kondisi serupa juga dialami Maria Sinta. Janda 48 tahun yang ditinggal mati suaminya ini mengaku tak pernah merasakan nikmatnya petiknya cengkeh sejak 2018 lalu.

Andai saja sebanyak 100 pohon cengkeh miliknya masih berbuah mungkin Maria berharap bisa menyekolahkan lima orang anaknya.

Karena cengkeh-cengkeh di kebunnya tak berbuah sama sekali dalam empat tahun berturut-turut membuatnya tidak bisa menguliahkan dua orang anaknya yang sudah lulus SMA.

“Jangankan omong kuliah anak, untuk makan sehari-hari saja susah. Dua anak saya sudah tamat SMA. Masih tiga yang duduk di SMP dan SD. Entah bagaimana nasib ke depan ini ya kami pasrah saja. Kami berharap semoga cengkeh bisa berbuah lagi tahun depan,” ujarnya.

Untuk tahu saja, saat nenurunnya produktivitas bunga cengkeh tahun ini, harga jual cengkeh kering di pasaran justru menggairahkan yakni Rp105.000 per kilo.

Efek perubahan iklim

Cengkeh.

Photo :
  • U-Report

Kepala Desa Wewo, Laurensius Langgut menceritakan bahwa desanya merupakan penghasil cengkeh terbanyak di Kabupaten Manggarai dengan luas kebun cengkeh mencapai 100 hektare.

Selain itu kualitas cengkeh Desa Wewo diakui menjadi yang terbaik berdasarkan pengujian laboratorium dan pengakuan pebisnis cengkeh di Surabaya.

“Cengkeh pertama Mangarai itu di Desa Wewo, ditanam serempak pada 1972 perintah langsung dari Bupati Lega dan cengkeh-cengkeh mulai panen 1986. Kebun cengkeh di sini yang terbesar di Manggarai dan kualitasnya pun top,” klaim Kades Laurensius.

Kepala Desa yang baru menjabat selama 6 bulan ini juga memiliki ratusan pohon cengkeh dan semuanya tidak berbuah. Dia bilang, bukan hanya cengkeh tapi kemiri dan pohon cokelat juga berhenti berbuah sejak 2019.

“Kami benar-benar mengalami kesulitan ekonomi yang luar biasa. Cengkeh, kemiri dan cokelat tidak berbuah. Warga kehilangan 75 persen pendapatan mereka. Untung saja ada rambutan dan durian yang masih bisa kita jual itupun produksinya sangat minim,” ujarnya.

Disampaikan Kades Laurensius Langgut, tidak berbuahnya semua tanaman perdagangan di Desa Wewo dipicu perubahan iklim.

Menurut dia, curah hujan di Desa Wewo memang tinggi setiap tahunnya diserai penurunan suhu.

“Cengkeh kalau hujan terus ya pasti tidak akan berbuah. Sementara curah hujan selama beberapa tahun ini makin tinggi. Demikian juga suhu yang terasa begitu dingin sekarang pak. Makanya denga tidak bertunasnya cengkeh dan tanaman perdagangan lain tidak lain karena iklim yang tidak menentu. Sekarang ini mestinya sudah kemarau panjang tapi faktanya seminggu bisa tiga kali turun hujan lebat,” imbuh Laurensius.

Sementara itu, Stasiun Meteorologi Frans Sales Lega merekam angka curah hujan dari Januari-Mei 2022 sebesar 1707.4 mm. Sedangkan pada kurun waktu yang sama pada 2021, curah hujan berada pada 69.9 mm.

Tingginya curah hujan di Kabupaten Manggarai, tulis Stamet Frans Sale Lega, dipicu fenomena La Nina yang terjadi sejak Desember 2021 dan terpantau masih aktif hingga Juni 2022.

Laporan Kontributor tvOne: Jo Kenaru/Manggarai-NTT

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya