Kadin: Transisi Energi Belum Sentuh 76 Persen Penggunaan Industri

Kadin dalam kegiatan International Renewable Energy Agency (IRENA)-Indonesia G20 Energy Transition Investment Pre-Forum Meeting.
Sumber :
  • Kadin.

VIVA Bisnis – Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyoroti 76 persen penggunaan energi industri belum tersentuh transisi energi. Untuk itu, ditekankkan Kadin bahwa transisi energi di Indonesia, khususnya di sektor industri lebih besar dari konsep dekarbonisasi sektor kelistrikan

Memahami Transisi Energi Bersama Masyarakat Ketenagalistrikan Indonesia

Hal itu diungkapkan Ketua Komite Tetap Energi Baru dan Terbarukan Kadin Indonesia, Muhammad Yusrizki dalam kegiatan International Renewable Energy Agency (IRENA)-Indonesia G20 Energy Transition Investment Pre-Forum Meeting di Hotel Pullman Thamrin, Jakarta.

Menurutnya, saat ini narasi transisi energi yang tercipta seolah-oleh ekslusif berpusat pada energi terbarukan di sektor kelistrikan, atau listrik dari energi terbarukan.

Semangat Gotong Royong! Pengusaha Sumbang Rp23 M untuk Timnas Indonesia U-23

“Kita lupa bahwa bentuk energi final yang dikonsumsi oleh sektor swasta, khususnya industri, tidak hanya listrik tetapi juga ada energi panas,” kata Yusrizki memulai paparannya seperti dikutip dalam keterangan tertulis, Rabu, 20 Juli 2022.

Ilustrasi Kawasan Industri

Photo :
Demi Cari Solusi Percepatan Transisi Energi, MKI Mulai Jalin Kolaborasi

Yusrizki membeberkan, dilihat dari kacamata bentuk energi primer bagi industri, bahkan listrik bukan sumber energi primer. Kementerian ESDM, lanjut dia, sudah mempublikasikan Handbook of Energy & Economy Statistics of Indonesia tahun 2021. Di mana pada 2021, dari keseluruhan konsumsi energi sektor industri, hanya 23,1 persen yang berasal dari listrik. Dari total 23,1 persen tersebut, 33 persen di antaranya berasal dari batu bara dan 43 persen berasal dari bahan bakar minyak. 

"Jadi terdapat 76 persen porsi konsumsi energi industri yang seolah-olah hilang di tengah narasi transisi energi Indonesia,” jelasnya.

Pemangku Kepentingan Diajak Tinjau Ulang Proses Transisi Energi

Melalui inisiatif KADIN Net Zero Hub, Yusrizki mengajak seluruh pemangku kepentingan, terutama kalangan industri sendiri untuk melihat ulang proses transisi energi di industri Indonesia. 

“Dekarbonisasi sektor kelistrikan penting, tetapi bukan berarti inisiatif-inisiatif transisi energi di industri cukup dilakukan melalui listrik yang lebih rendah karbon. Beri ruang bagi sektor kelistrikan, terutama Kementerian ESDM dan PLN, untuk membuat perencanaan dan implementasi dekarbonisasi,” imbuh Yusrizki. 

“Sembari menunggu kedua penggerak utama sektor kelistrikan, mari kita bersama-sama melihat potensi transisi energi di sektor industri yang secara proporsional lebih besar, lebih signifikan, dan bisa jadi kebutuhan investasi sekaligus dampak sosialnya tidak kalah dibandingkan sector kelistrikan,” sambung Yusrizki.

Melanjutkan pemaparannya, Yusrizki juga menjelaskan bahwa banyak jalan menuju dekarbonisasi sektor kelistrikan tidak melulu harus melalui penetrasi EBT dalam skala masif bagi semua konsumen. 

KADIN Net Zero Hub beserta mitra-mitra strategisnya, tegas Yusrizki, memandang bahwa memberikan ruang gerak bagi industri untuk membeli listrik rendah karbon saat ini lebih penting dan lebih strategis dibandingkan membicarakan bagaimana dan kapan EBT skala besar dapat diakomodasi di jaringan listrik nasional.

Opsi membeli listrik rendah karbon atau Renewable Procurement Method disebut Yusrizki merupakan salah satu cara eksplorasi bagi industri Indonesia untuk menurunkan emisi GRK mereka.

“Beri ruang bagi industri, tidak perlu terlalu rumit menghitung apakah listrik EBT ini lebih mahal dibandingkan listrik dari energi fosil. Bagi industri yang memang memerlukan, mereka dapat menghitung manfaat yang mereka bisa dapatkan dari membayar harga premium dari listrik EBT. Yang menjadi kunci adalah membuka opsi bagi industri,” kata Yusrizki.

Lebih jauh Yusrizki berpendapat, bila memang deregulasi sektor kelistrikan diperlukan untuk opsi pembelian listrik EBT Indonesia, maka Kementerian ESDM yang memiliki kewenangan untuk mengusulkan dan memulai proses tersebut. 

“Saya yakin banyak cara yang bisa dilakukan oleh Kementerian ESDM apabila mereka melihat urgensi di sektor industri, tidak hanya mengedepankan tantangan dan urgensi di sektor kelistrikan semata,” imbuhnya.

Dalam kegiatan yang menjadi rangkaian B20 Summit yang puncaknya pada November 2022 mendatang itu, turut hadir Kementerian Investasi/BPKM dan PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI).

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya