Pemerintah Akan Utang Rp 696,3 Triliun di 2023, Ini Sumbernya

Ilustrasi utang.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

VIVA Bisnis – Pemerintah dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2023 menargetkan pembiayaan utang sebesar Rp 696,3 triliun. Pemerintah juga akan membayar bunga utang di 2023 sebesar Rp 441 triliun.

BI Catat Penyaluran Kredit Baru Kuartal I-2024 Tumbuh Positif, Ada Tapinya

Adapun pembiayaan utang di 2023 tersebut lebih rendah 8,1 persen jika dibandingkan dengan outlook APBN 2022 yang sebesar Rp 757,55 triliun.

Melalui Buku II Nota Keuangan 2023, pembiayaan utang itu lebih rendah karena kondisi perekonomian diperkirakan akan semakin membaik di 2023.

Sri Mulyani Ungkap Pembangunan IKN Sudah Sedot APBN Rp 4,3 Triliun

"Hal ini diharapkan dapat mendorong perbaikan kinerja APBN sehingga defisit APBN dapat ditekan kembali dan pembiayaan utang semakin menurun," tulis laporan RAPBN 2023 dikutip VIVA, Jumat 19 Agustus 2022.

Utang Luar Negeri Indonesia.

Photo :
  • ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
Sri Mulyani Ungkap APBN Surplus Rp 8,1 Triliun hingga Maret 2024

Untuk pembiayaan utang pemerintah di 2023 berasal dari pinjaman surat berharga negara (SBN). Pinjaman Pemerintah itu terdiri dari pinjaman dalam negeri dan pinjaman luar negeri.

Pada pinjaman luar negeri terdiri atas pinjaman tunai dan pinjaman kegiatan. Sedangkan utang yang berasal dari SBN akan dipenuhi dengan instrumen SBN konvensional (Surat Utang Negara/SUN) dan SBN syariah (Surat Berharga Syariah Negara SBSN/Sukuk Negara).

"Sebagian besar pembiayaan utang tahun 2023 akan dipenuhi dari penerbitan SBN. Sementara itu, instrumen pinjaman akan lebih banyak dimanfaatkan terutama untuk mendorong kegiatan/proyek prioritas pemerintah," jelasnya.

Dalam rencana pembiayaan utang sebagian besar dilakukan dalam mata uang rupiah, berbunga tetap, dan dengan tenor menengah–panjang.

Sementara itu, pada arah kebijakan pembiayaan utang tahun 2023 terdapat lima hal. Pertama utang sebagai instrumen untuk mendukung pencapaian target pembangunan yang dikelola secara prudent, efisien dan sustainable.

Kedua, pendalaman pasar untuk mendukung fleksibilitas dan pengendalian vulnerabilitas utang, ketiga mengendalikan risiko utang untuk menjaga keberlanjutan fiskal, keempat mengoptimalkan penerbitan SBN di pasar domestik (termasuk SBN Ritel). Sumber utang luar negeri sebagai pelengkap dengan mempertimbangkan biaya dan risiko.

Kemudian kelima, memanfaatkan pinjaman tunai dalam kerangka fleksibilitas pembiayaan untuk menjamin pemenuhan pembiayaan. Guna mendukung agenda pembangunan, dengan tetap mempertimbangkan kapasitas pemberi pinjaman dan ketersediaan underlying.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya