Sri Mulyani Ubah Target Defisit APBN 2023 Jadi 2,84 Persen dari PDB

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Sumber :
  • M Yudha P/VIVA.co.id

VIVA Bisnis – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengubah target defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2023 menjadi 2,84 persen, dari target semula di 2,85 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).

Profesor Ilmu Politik Sayangkan jika Sri Mulyani Jadi Calon Kepala Daerah

"Defisit dari APBN tahun depan tetap dijaga dalam nominal Rp 598 triliun. Nominalnya tidak berubah tetapi persentase terhadap PDB menjadi 2,84 persen," kata Sri Mulyani dalam rapat bersama Badan Anggaran, Rabu 14 September 2022.

Sri Mulyani atau Ani panggilan akrabnya menjelaskan, penerimaan negara 2023 ditargetkan sebesar Rp 2.463 triliun. Dengan nominal terbanyak datang dari pajak yang mencapai Rp 1.7.18 triliun atau sedikit lebih tinggi dibandingkan realisasi yang diperkirakan pada 2022.

Sri Mulyani Masuk Bursa Pilgub DKI Jakarta, Stafsus Buka Suara

Baca juga: 8 Provinsi dan 4 Kota Disorot Karena Inflasi di Atas 6%, Mana Saja?

Untuk pendorong setoran pajak terbesar adalah Pajak Penghasilan (PPh) non migas yang mencapai Rp 873,6 triliun dan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar Rp 743 triliun.

Sri Mulyani, Andika Perkasa, dan Risma Masuk Bursa Cagub PDIP DKI

Sedangkan PPh Migas ditargetkan sebesar Rp 61,4 triliun dan pajak bumi dan banguan (PBB) Rp 31,3 triliun serta pajak lainnya Rp 8,7 triliun.

Kemudian, untuk kepabeanan dan cukai ditarget Rp 303,2 triliun, dengan cukai masih jadi penopang utama sebesar Rp 245,4 triliun. Serta bea masuk ditargetkan sebesar Rp 47,5 triliun dan bea keluar Rp 10,2 triliun.

Tumpukan uang kertas rupiah.

Photo :
  • ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf

Berikutnya, target Penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp 441,4 triliun. Khusus untuk sumber daya alam (SDA) merosot tajam dibandingkan 2022, menjadi Rp 196 triliun.

Sementara, pada belanja negara ditargetkan sebesar Rp 3,061 triliun dengan rincian belanja kementerian lembaga (K/L) Rp 993,2 triliun dan non K/L Rp 1.253 triliun.

Lebih lanjut, tambahan dana kompensasi sebesar Rp 1,5 triliun sedang diusulkan, dengan adanya kenaikan kurs menjadi Rp 14.800 per dolar AS, dari yang semula di Rp 14.750 per dolar AS.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya