Izinkan Ekspor Pasir Laut, Pemerintah Dinilai Tampilkan Watak Eksploitatif

Pro Kontra Dibukanya Keran Ekspor Pasir Laut
Sumber :
  • VIVA

Jakarta – Kebijakan Presiden Joko Widodo yang kembali menetapkan dan mengundangkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut menuai banyak protes dan kecaman dari sejumlah kalangan.

Isu Partai Rival Gabung Dukung Prabowo, Sangap Surbakti Khawatir Bisa Jadi Duri dalam Daging

Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) bahkan menilai, adanya PP No. 26 Tahun 2023 itu justru semakin menunjukkan watak asli pemerintah, dalam melihat sumber daya kelautan.

"Hanya bercorak ekstraktif dan eksploitatif, tetapi dibungkus dengan dalih melindungi dan melestarikan lingkungan laut," kata Sekretaris Jenderal Kiara, Susan Herawati kepada VIVA Bisnis, Selasa, 6 Juni 2023.

Geger Seorang Ulama Pesohor Kritik Nabi Muhammad

Saat

Photo :
  • 212820

Susan berpendapat, PP ini adalah wujud nyata gagalnya konsep poros maritim yang digencarkan oleh Presiden Jokowi. Dia menegaskan bahwa inilah bukti kepalsuan dari poros maritim, karena PP ini hanya akan melanggengkan perampokan terhadap sumber daya laut.

Krisis Populasi Jepang: Setengah Perempuan Muda Hilang di 40 persen Wilayah pada 2050

Padahal, beban kerusakan lingkungan akan dialami oleh nelayan dan masyarakat pesisir, yang sangat bergantung dengan sumber daya kelautan dan perikanan. Sementara, pemerintah hanya berorientasi untuk penambahan pemasukan negara, yang mengharapkan peningkatan pendapatan negara.

"Tapi di sisi lain, tidak menghitung secara mendalam bahwa akan terjadi kerusakan sumber daya kelautan jika PP ini dijalankan," ujar Susan.

Pemerintah Pusat menganggap bahwa pasir laut yang berada di wilayah pesisir merupakan hasil sedimentasi, sehingga harus ada pengendalian untuk mengurangi dampak dari proses sedimentasi tersebut. Karenanya, Susan menegaskan bahwa PP ini hanya akan melegalkan penambangan pasir di laut, dengan dalih pengendalian untuk mengurangi sedimentasi di laut.

Selain itu, PP ini bertentangan dengan peraturan perundang-undangan lainnya, yaitu Undang-Undang (UU) No. 27 Tahun 2007 yang diubah menjadi UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

"Dalam UU No. 27 Tahun 2007, sudah jelas melarang praktik-praktik pertambangan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Bahkan terdapat Putusan MA No. 57 P/HUM/2022 terkait dengan RTRW Kab. Konawe Kepulauan, yang juga dalam pertimbangannya melarang adanya pertambangan di pulau kecil," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya