RI Naik Kelas Jadi Negara Berpendapatan Menengah Atas, Harga Komoditas Jadi Pemicunya

Gedung Perkantoran Jakarta (Ilustrasi Kondisi Ekonomi RI).
Sumber :
  • VIVA/Muhamad Solihin

Jakarta - Bank Dunia dalam laporannya mengungkapkan bahwa Indonesia kembali masuk ke dalam kelompok negara berpendapatan menengah atas, atau upper middle-income country. Direktur Eksekutif dan Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira mengatakan, status baru Indonesia itu ditopang oleh pemulihan mobilitas pascapandemi hingga kenaikan harga komoditas pada 2022 lalu.

Ekonomi Global Diguncang Konflik Geopolitik, RI Resesi Ditegaskan Jauh dari Resesi

Di saat harga komoditas turun, menurutnya Indonesia berisiko turun kembali ke level lower middle income country.

Batu Bara dari site BUMI, PT Kaltim Prima Coal, Sangatta, Kalimantan Timur.

Photo :
  • Dok. BUMI
Menjadi Tulang Punggung Pengembangan Usaha Ultra Mikro Indonesia, PNM Ikuti 57th APEC SMEWG

"Sekarang komoditasnya mulai turun jadi net ekspornya bisa terkoreksi lagi. Indonesia bisa berisiko turun menjadi lower middle income country lagi," kata Bhima kepada awak media di Hotel Ashley Tanah Abang, Jakarta, Rabu, 5 Juli 2023.

Ia melanjutkan, Indonesia juga bisa menerima banyak dampak lainnya mulai dari tingkat pinjaman dengan bunga yang naik hingga menjadi negara maju pada 2045 terancam gagal. Saat berstatus negara berpendapatan menengah ke bawah, RI bisa mendapatkan hibah dari negara maju. Seperti mendapatkan pinjaman dengan bunga yang relatif lebih kecil.

Melemah di Level Rp 16.220 per Dolar AS, Rupiah Diproyeksi Menguat

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adhinegara

Photo :
  • Instagram.com/@bhimayudhistira

"Tapi begitu kita naik status, dianggap Indonesia sudah mampu mencari pendanaan, implikasinya adalah bunganya akan jauh lebih mahal dan disuruh mencari pendanaan di pasar. Akhirnya dominasi Surat Berharga Negara (SBN) itu makin membebani utang dalam jangka panjang," ujarnya.

Bhima melanjutkan, negara-negara maju seperti Amerika Serikat (AS) memiliki fasilitas perdagangan, yaitu Generalized System of Preferences (GSP). GSP dalam hal ini memberikan fasilitas pembebasan tarif bea masuk.

"Kalau Indonesia sebelumnya banyak barang ribuan bahkan mendapatkan fasilitas sampai 0 persen tarif, atau bea masuk untuk masuk ke pasar negara maju. Ketika status Indonesia naik maka ada koreksi atau barang Indonesia yang dikeluarkan sebagian besar," jelasnya.

Hal itu terjadi kata dia, karena Indonesia dianggap tidak lagi memerlukan fasilitas tarif 0 persen. Menurutnya, Indonesia kemungkinan akan mendapatkan kenaikan tarif menjadi 5 persen, seiring dengan status baru tersebut.

Pendapatan Rata-rata per Penduduk Tidak Ikut Naik

Bhima menjelaskan, Indonesia juga memiliki pekerjaan rumah dari status negara berpendapatan menengah atas. Karena menurutnya, status itu tidak menjadikan rata-rata pendapatan per penduduk ikut naik.

"Upper middle income country itu tidak menjamin semua mendapatkan manfaat pendapatan yang rata per penduduk ikut naik. Jadi ada isu ketimpangan, sehingga kita inginkan status Indonesia yang naik ketimpangan pun juga bisa diredam turun," ucapnya.

Menurut dia, proses lower middle income country menjadi upper middle income country tidak sesulit untuk RI masuk ke high income country.

"Jadi kita enggak bisa bangga nih, sekarang butuh 7-8,5 persen rata-rata pertumbuhan pasca pandemi untuk bisa jadi negara maju. Apakah 2045? kalau dengan kondisi ekonomi kita tumbuh rata-rata 5 persen bisa 2070 kita bisa keluar dari negara maju," kata dia.

Bhima mengatakan, hal itu bisa saja terjadi sebab Filipina dan Vietnam kini menjadi ancaman nyata bagi Indonesia. Sebab, Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita kedua negara itu kini hampir menyamai Indonesia.

"Jadi diperkirakan 3 tahun lagi dengan kondisi sekarang kita akan dikejar PDB per kapita oleh Filipina dan Vietnam. Menurut saya itu warning, jangankan kita jadi negara maju nih ya, Filipina dan Vietnam akan lebih cepat landas, industrinya siap sektor jasanya berkembang dengan baik produktivitas tenaga kerjanya bagus, nilai tambah ekspornya juga tinggi," imbuhnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya