Warga Luwu Protes Perusahaan Smelter Rampas Lahan Petani, JK: Kami Sudah Beli

Jusuf Kalla Tinjau lokasi pembangunan Smelter di Kabupaten Luwu, Sulsel
Sumber :
  • Istimewa/VIVA

MakassarWarga di Desa Karang-karangan, Kecamatan Bua, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan (Sulsel) melakukan unjuk rasa terhadap Perusahaan Smelter PT Bumi Mineral Sulawesi (BTS). Warga protes karena perusahaan milik mantan Wakil Presiden (Wapres) RI Jusuf Kalla (JK) dituding menimbun lahan sengketa.

40 Ribu NIK KTP Warga Jakarta yang Sudah Meninggal Dinonaktifkan

Warga pun berondong-bondong melakukan unjuk rasa dan mendesak pihak perusahaan Kalla Group itu tak semena-mena melakukan penimbunan. Apalagi, tanah yang biasa ditanami padi oleh warga dirusak perusahaan tersebut.

"Warga protes pak, karena kasihan sekali apalagi ini petani, padinya dirusak padahal, sementara ini perusahaan semaunya saja. Ini tanah ada sertifikatnya semua dipegang warga," kata perwakilan warga, Masrianto kepada wartawan, Jumat 15 September 2023.

JK Ogah Komentari Wacana Anies Maju Pilgub Jakarta

Masrianto mengungkapkan bahwa lahan yang ditimbun itu sudah dimiliki warga di desa tersebut sejak tahun 2000 lalu atau sekitar 23 tahun lalu. Hanya saja, belakangan Perusahaan milik JK itu datang mengklaim sebagai pemilik lahan pada tahun 2017 kemarin.

Jusuf Kalla di pertemuan dari pengusaha ke pengusaha untuk masa depan Indonesia

Photo :
  • ANTARA Foto/Nur Suhra Wardyah
Gibran Masih Jabat Wali Kota Solo Usai jadi Wapres Terpilih, JK: Tidak Apa-apa

"Sebenarnya ini lahan sudah dikuasai masyarakat yang ada di sini. Mereka sudah memiliki sertifikat sejak tahun 2000 lalu dan itu ada pegangannya di warga. Terus ini PT Bumi Mineral Sulawesi, Kalla Group tiba-tiba datang mengklaim memiliki sertifikat tahun 2017. Kita duluan ada sertifikatnya dia baru saja tahun kemarin," tegas Masrianto.

Dia melanjutkan, bahwa warga yang pendapatannya dari lahan ini dengan bertani malah dieksekusi dan padi milik warga dirusak oleh perusahaan tersebut dengan tujuan akan mau mengadakan penetapan tapal batas.

"Sudah jelas kami yang duluan, terus mereka tiba-tiba datang kemarin dulu mau mengadakan penetapan tapal batas. Mereka sudah mau melakukan eksekusi dengan menimbun dan merusak padi kami," katanya

Masrianto menegaskan bahwa warga Desa Karang-karangan meminta kepada pihak perusahaan agar tidak semena-mena melakukan tindakan dengan menimbun sawah petani. Sebab, tindakan tersebut membuat petani merugi dan tidak menghargai proses yang sedang berjalan, termasuk dengan penetapan tapal batas oleh BPN.

"Ini PT BMS seolah-olah mau eksekusi lahan padahal ini baru penetapan tapal batas, sementara masih ada langkah langkah yang harusnya dilewati. Kami juga sementara mengajukan penetapan tapal batas ke BPN ini," tegasnya.

Masrianto pun mengaku jika warga di desa tersebut akan menerima baik-baik jika nantinya penetapan tapal batas sudah dilakukan pihak BPN. Hanya saja tindakan pihak PT BMS seolah-olah memaksa dan merugikan para petani.

"PT BMS ini seolah-olah memaksa kami, mau mengambil hak kami ini dan tentu sangat sangat kami tidak terima. Tapi kalau nanti kalau memang setelah dilakukan penetapan tapal batas maka itu bisa dilanjutkan negosiasi, bagaimana kira-kira yang terbaiknya. Karena kami mau yang terbaik," ungkapnya.

Sementara itu, Jusuf Kalla memberikan klarifikasi dan membantah jika pihaknya telah merampas hak warga. Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12 menjelaskan bahwa lahan tersebut sudah dibeli sejak tujuh tahun lalu sehingga tidak ada tindakan penyerobotan lahan di lokasi tersebut.

"Kita harapkan dari pemuda di sini siap bekerja. Seperti Anda tahu ada beberapa yang demo, itu proses menyuarakan HAM-lah. Itu lahan sudah dibeli 6 tahun lalu, tahun 2016 berarti sudah 7 tahun. Itu semua dibeli kepada pemiliknya dan yang mendemo yah tentu kita hargai demonya," kata JK sapaan akrab Jusuf Kalla kepada wartawan Jumat kemarin, 15 September 2023.

JK mengungkapkan bahwa pihaknya tidak akan merampas hak masyarakat karena tanah itu memang telah dibeli. Sehingga nantinya pabrik smelter akan dibangun di lahan tersebut.

"Itu tidak punya misalnya mana surat suratnya, tidak ada (karena sudah dibeli). Kita beda dengan di daerah lain yang memang rakyat di sini, bukan digusur tapi dibeli, sudah 7 tahun lalu. Cuman karena pembangunan pabrik bertahap, jadi belum dipakai, nah sekarang mau dipakai karena kita sekarang membangun ke pabrik yang kedua," terangnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya