Pengamat: RI Masih Rawan Tekanan Negatif Global

Ilustrasi infrastruktur
Sumber :
  • VIVA.co.id/Anhar Rizki Affandi

VIVA.co.id - Pengamat Ekonomi Politik, Ichsanuddin Noorsy meminta kepada pemerintah untuk mewaspadai adanya kelanjutan dari depresiasi nilai tukar rupiah terhadap nilai tukar Amerika Serikat.

Sofjan Wanandi: Demo Tak Pengaruh Iklim Investasi

Menurutnya, ke depan Indonesia masih terus menerima tekanan negatif dari pasar global. 

Dia mengatakan, apabila nilai tukar rupiah menyentuh angka Rp14.000 per dolar AS, hal ini akan berpengaruh terhadap sejumlah sektor penopang pertumbuhan ekonomi dalam negeri.
Rupiah Melemah, Tertekan Gejolak Ekonomi Global

"Kalau dolar AS itu menyentuh Rp14.000, dampaknya akan ke APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara). Ini berbahaya, bisa kena sektor riil," kata Noorsy dalam diskusi dengan topik Catatan RAPBN 2016 di Warung Daun, Jakarta, Sabtu 15 Agustus 2015.
Sikap Pasar Modal dan Rupiah Soal Aksi Damai 4 November

Menurut dia, ke depannya Indonesia masih terus menerima tekanan negatif dari pasar global. Hal ini harus diperhatikan oleh pemerintah, guna mengantisipasi sentimen tersebut.

Ditemui ditempat yang sama, Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Fraksi PKS, Zulkiflimansyah menuturkan, pemerintah harus menerapkan kemandirian ekonomi dalam negeri dari pengaruh gejolak ekonomi global.

Salah satunya adalah menggenjot ekspor tanah air. Menurut Zulki, dalam pidato Kenegaraan Presiden Joko Widodo, Kemarin, tidak menyinggung mengenai upaya pemerintah untuk meningkatkan eskpor dalam negeri.

"70 tahun merdeka, kemandirian ekonomi hanya sekedar wacana. Apa susahnya dalam event sebesar itu mengatakan, agar lebih meningkatkan nilai tambah supaya tidak lagi mengekspor bahan mentah," ujar dia menambahkan.

Sementara itu, Anggota Komisi XI DPR Fraksi PDIP, Hendrawan Supratikno meminta kepada pemerintah, untuk mulai memperbaiki kondisi perekonomian dalam negeri. Jangan sampai, Indonesia menjadi negara yang justru lebih banyak mengimpor barang dari luar.

"Ekspor komoditi murah, tetapi kita justru impor barang jadi. Kita jadi rugi di dua sisi," kata dia. (asp)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya