RI Anggota Tak Tetap DK PBB, Poros Maritim Harus Jadi Prioritas

Alutsista Pasukan Perdamaian RI untuk Lebanon Diperiksa PBB
Sumber :
  • Pusat Penerangan TNI

VIVA – Republik Indonesia resmi menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau DK PBB. Diharapkan dengan posisi ini, RI lebih bisa merefleksikan sikap politik luar negeri.

KSAL Jadi Calon Panglima, RI Poros Maritim Dunia Diyakini Segera Terwujud

Pengamat pertahanan dan intelijen, Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati mengatakan politik luar negeri RI mesti lebih bisa aktif. Salah satunya, ia menyinggung program poros pertahanan maritim dunia yang dicanangkan pemerintah.

"Visi Presiden Joko Widodo menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia harus jadi program utama ketika berada sebagai anggota tidak tetap DK PBB terutama terkait implementasi pilar kelima yaitu mewujudkan pertahanan maritim yang handal," kata Nuning dalam keterangannya kepada VIVA, Jumat, 4 Januari 2019.

Calon Panglima TNI Diingatkan Tantangan Wujudkan 'Poros Maritim' Visi Jokowi

Nuning menyebut dengan pertahanan maritim maka bisa menjaga stabilitas keamanan teritorial perairan negara. Kata dia, dalam pertahanan maritim ada hard power dan soft power. Untuk hard power melalui program Minimum Essential Force (MEF). Adapun soft power bisa ditempuh melalui diplomasi maritim.

"Maka diplomasi maritim dapat diarahkan untuk memperkuat posisi Indonesia sebagai mediator konflik Laut Cina Selatan," jelas dosen Universitas Pertahanan itu.

Menko Luhut Ingatkan Visi Poros Maritim Dunia Harus Terealisasi

Pengamat intelijen dan militer Nuning KertopatiFoto: Nuning Kertopati

Posisi Tawar

Nuning menekankan status anggota tak tetap DK PBB maka bisa mendorong RI memperkuat posisi tawar dan lebih aktif dalam mengusulkan berbagai solusi persoalan. Bagi dia, RI juga bisa menyiapkan diplomat dengan political capital sehingga mampu mengundang semua pihak yang berkepentingan.

"RI dapat menyiapkan para diplomat yang akan mengawaki pos tersebut di PBB dalam bentuk tim terpadu. tidak hanya pejabat Kemlu RI tapi juga pejabat dari berbagai instansi yang menangani pertahanan maritim, seperti perwira TNI AL, Bakamla," tutur eks Anggota Komisi I DPR itu.

Lanjutnya, ia menyinggung RI bisa memperjuangkan upaya smart power. Terkait hal ini, RI sebagai negara terbesar di ASEAN bisa memperkokoh jejaring dengan berbagai negara serta organisasi internasional yang menangani keamanan global.

"Smart power dapat dijabarkan ke dalam berbagai program aksi ASEAN Political Security Community (APSC) untuk mewujudkan perdamaian di berbagai belahan dunia yang dilanda konflik. Periode 2019-2020 dapat menjadi peluang RI menjadi global player," jelas Nuning.

Selain itu, upaya smart power juga bisa dilakukan dengan memberi kesempatan beberapa perwira tinggi TNI untuk menjadi komandan misi PBB. Contohnya, kata dia, perwira tinggi TNI AL berbintang tiga sebagai komandan maritim misi PBB di Timur Tengah seperti Libanon.

"Promosi jabatan tersebut juga sejalan dengan kepentingan nasional Indonesia untuk berperan aktif menjaga perdamaian di Timur Tengah," ujarnya. (dau)

 

Foto udara menara Mercusuar Willem III di kawasan Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang, Jawa Tengah, Senin, 25 Maret 2019.

Dinamika Geopolitik Terus Berkembang, RI Mesti Dorong Gagasan Poros Maritim Dunia

Rivalitas antar negara adidaya yang tak mereda berimbas terhadap instabilitas global. Kondisi itu jadi kekhawatiran menghambat global.

img_title
VIVA.co.id
26 Oktober 2023