Uni Eropa Jadikan Terapi Antibodi dan Artritis Alternatif Obat COVID

Kantor Pusat Uni Eropa di Brussel, Belgia.
Sumber :
  • Pixabay

VIVA – Komisi Eropa pada Selasa (29/6) menjadikan empat terapi antibodi dan obat reumatoid artritis yang kembali digunakan oleh Eli Lilly untuk portofolio awal obat pilihan pengobatan COVID-19.

OIKN Hadirkan Sekolah Bertaraf Internasional di IKN

Seleksi obat tersebut merupakan bagian dari Strategi Terapi COVID-19 Uni Eropa, yang diluncurkan pada Mei, untuk mempercepat persetujuan EU serta untuk rencana pengadaan bersama atas nama para negara anggota. Penyeleksian itu menyempurnakan upaya mengadakan vaksin yang lebih canggih. 

Pilihan komisi untuk terapi yang paling menjanjikan itu terdiri atas Olumiant Eli Lilly dan Incyte untuk pasien COVID-19 rumah sakit yang dirawat dengan oksigen, serta obat antibodi baru untuk penyakit tahap awal yang dikembangkan oleh Regeneron, Eli Lilly, Celltrion, dan aliansi GlaxoSmithKline serta mitra Vir.

Kualitas Udara di Jakarta Masuk Kategori Tidak Sehat pada Jumat Pagi, Ini Wilayahnya

Pada Selasa, komisi kembali menegaskan akan menyusun portofolio dari sedikitnya 10 terapi COVID-19 potensial.

Badan Pengawas Obat Eropa (EMA) merekomendasikan obat antibodi GSK, Celltrion, Eli Lilly, dan Regeneron digunakan pada pasien tahap awal yang berisiko mengalami COVID-19 parah guna mendukung penggunaan apa pun oleh setiap negara anggota. Otorisasi pemasaran Uni Eropa belum diberikan.

Kento Momota Tak Mau Jauh-jauh dari Bulutangkis Usai Pensiun

Guna menambah akses ke obat tersebut, Uni Eropa menuturkan akan berinvestasi lebih banyak untuk menggenjot produksi.

Sebagai bagian dari rencana itu, pihaknya berencana memfasilitasi kemitraan di antara perusahaan farmasi agar segera mengatasi kemungkinan rintangan dalam rantai pasokan.

"Acara perjodohan industri" pertama terapi akan diadakan pada 12-13 Juli, menurut Komisi, Selasa.

Satu-satunya obat COVID-19 yang sejauh ini disetujui di seluruh Uni Eropa yakni remdesivir produksi Gilead, yang dibeli oleh Uni Eropa melalui pengadaan bersama --persis sebelum Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa obat tersebut tidak efektif pada pasien COVID-19 parah. (Ant/Antara)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya