Deretan Demonstrasi yang Mengubah Jalan Sejarah Negara di Dunia

Beberapa polisi mendorong seorang pria lansia hingga terjatuh dan berdarah di kota Buffalo, New York, Amerika Serikat, saat gelombang demonstrasi solidaritas terhadap mendiang George Floyd.
Sumber :
  • tvOne

VIVA – Protes massa dalam kaitan dengan politik memiliki sejarah yang cukup beragam. Diketahui protes massa kerap menjadi momentum melakukan perubahan dalam sebuah negara bahkan mengubah tatanan nilai internasional bila dilakukan serentak dan masif.

AS Kirim 25 Ribu Makanan Siap Saji ke Jalur Gaza Melalui Udara

Demonstrasi massa kerap terjadi di Indonesia dan ada ruang untuk hal itu lantaran pengakuan akan demokrasi. Hal sejenis juga tak jarang terjadi di berbagai negara sebagai proses menyampaikan aspirasi. Sejumlah aksi protes bisa mengubah peta jalan politik bahkan sistem sebuah negara. Protes-protes apa yang belakangan signifikan memberikan perubahan. Cek di bawah ini aksi protes masa kini dan masa lalu yang amat berdampak.

1. Protes George Floyd

AS Gelontorkan Lagi Rp 420 Triliun Lebih untuk Perang Israel di Gaza

Protes George Floyd dimulai di Minneapolis pada 26 Mei 2020 lalu. Hal itu terjadi setelah pembunuhan Floyd yakni warga Afro-Amerika mengalami sesak napas karena mengalami kekerasan dari petugas polisi hingga Floyd tewas. Saat itu mantan perwira polisi setempat Derek Chauvin menekan leher Floyd dengan lutut di bagian lehernya selama lebih dari 8 menit.

Melansir dari Live Science, Selasa 12 April 2022, protes dengan cepat menyebar ke seluruh negeri, dengan ratusan ribu orang dari 50 negara bagian turun ke jalan untuk menentang kematian Floyd, kebrutalan polisi, dan rasisme institusional.

Menhan Israel Pasang Badan untuk Batalion Netzah Yehuda yang Dijatuhi Sanksi AS

Pada 3 Juni 2020, protes terus berlanjut tiap malam hingga mengakibatkan 12 kematian. Insiden ini meluas karena kebrutalan polisi, serta penjarahan dan pengerahan pasukan kepolisian yang berjumlah hampir 20.000 pasukan Garda Nasional di 24 negara bagian.

2. Pawai Untuk Sains

Pada Hari Bumi pada yang diperingati pada 22 April, sekitar 100.00 orang berbaris di Washington, D.C  dalam rapat umum non-partisipan untuk merayakan sains dan memperomosikan keputusan kebijakan menggunakan bukti ilmiah. Hal ini termasuk isu-isu perubahan iklim dan kesehatan masyarakat.

Seperti Women’s March, March for Science yang terinspirasi oleh pemilihan mantan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump.

Trump sebelumnya menyebut perubahan iklim sebagain tipuan dan berjanji untuk menarik AS dari Perjanjian Paris tentang mitigasi iklim global, menghapus peraturan anti-polusi yang diberlakukan oleh Badan Pelindung Lingkungan (EPA).

Dia juga berjanji memotong dana federal untuk berbagai lembaga sains dan penelitian.

Marches for Science diadakan di lebih 600 kota di seluruh dunia pada Hari Bumi tahun 2017 lalu, dan menarik perhatian global dan lebih dari 1 juta orang mengikuti aksi tersebut, menurut penyelenggara.


3. Pawai Perempuan di Washington

Pada 21 Januari 2017, sehari setelah Donald Trump dilantik sebagai presiden AS, lebih dari 470.000 orang berbaris di Washington untuk mendukung hal-hak perempuan. Mereka juga menentang pernyataan dan perilaku misoginis dari Trump.

Hingga Mei 2020, Trump dituduh melakukan pelanggaran seksual oleh setidaknya 25 wanita. Protes itu mendapat dukungan internasional yang sangat besar, dengan lebih dari 600 pawai yang direncanakan di AS dan 81 negara lain pada hari yang sama. Para ahli memperkirakan antara 3,2 juta dan 5,2 juta orang berpartisipasi dakam pawai di AS saja. Dengan ini, Women’s March sebagai protes satu hari terbesar dalam sejarah AS.

4. Pawai Garam Gandhi

Protes lain terhadap perpajakan Inggris mengirim Mahatma Gandhi dalam perjalanan 23 hari, 240 mil ke pantai India untuk mengumpulkan garamnya sendiri. Lebih dari 60.000 orang termasuk Gandhi sendiri, dipenjara karena berpartisipasi dalam pawai garam. Namun, pawai tersebut akhirnya mengubah gelombang simpati dunia terhadap kepentingan India bukan Inggris.

5. Aksi Massa Maret di Washington

Pidato bersejarah dari Martin Luther King “I Have a Dream” disampaikan selama rapat umum pada Agustus 1963 untuk mempromosikan kesetaraan ras di AS. Lebih dari 200.000 demonstran berkumpul dengan damai di Lincoln Memorial di Washington.

Acara tersebut dipuji karena menekan Presiden John F. Kennedy untuk menyusun undang undang hak-hak sipil yang tegas.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya